Bisnis.com, JAKARTA — Relaksasi regulasi terkait Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dikhawatirkan dapat membuka kembali celah pembalakan liar atau illegal logging.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dwi Sudharto mengatakan dalam penerapannya selama 10 tahun, SVLK mampu membuang stigma negatif Indonesia di mata dunia yang dianggap sebagai negara maling karena menjual kayu ilegal dan tidak menjaga kelestarian hutan.
Menurutnya, dengan SVLK, Indonesia juga menjadi contoh bagi para negara eksportir kayu dan produk kayu meskipun tidak mudah untuk menata pelaku usaha yang nakal.
Dia menuturkan SVLK hanya soal tata kelola dan tidak rumit untuk mengurusnya, sekalipun bagi usaha kecil dan menengah.
Oleh karena itu, Dwi berpendapat mereka yang meminta SVLK hanya diterapkan bagi produk yang akan dikirim ke Uni Eropa, Inggris, Kanada, dan Australia, adalah pelaku usaha yang tidak mau ikut aturan main yang sudah ditetapkan.
"Harusnya ditanya ada apa dengan dia, bukan SVLK-nya yang dikerdilkan. Kita sedih loh, ironis. Kita mau tertib, dunia mengacu ke kita kok, malah kita mengkerdilkan diri," katanya, Kamis (12/9/2019).
Baca Juga
Anggota Board Kaoem Telapak Mardi Minangsari menjelaskan Indonesia merupakan negara pelopor di dunia melalui keberhasilannya mereformasi sektor kehutanan dan perkayuan. Dari yang tadinya dikenal sebagai negara dengan tingkat pembalakan liar tertinggi, nyaris 80 persen dari total kayu yang diproduksi berasal dari sumber-sumber ilegal, menjadi negara pertama di dunia yang mendapatkan lisensi Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) dari Uni Eropa.
Sejak penerapan SVLK dan pengakuan dari Uni Eropa, nilai ekspor untuk produk kayu dan turunannya meningkat dari senilai US$10 miliar pada 2017 menjadi US$12 miliar pada 2018.