Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan pengamat memandang reformasi wajib pajak orang pribadi (WP OP) perlu menjadi perhatian yang cukup serius. Persoalan ketimpangan masih menjadi pekerjaan rumah utama yang harus segera diselesaikan.
Apalagi dari sisi kepatuhan, dari data Juli lalu, kepatuhan wajib pajak OP khususnya yang non karyawan masih minim atau di bawah 50%.
Pemerintah juga perlu melindungi kelompok-kelompok tertentu, misalnya kelompok berpenghasilan menengah yang memiliki signifikansi ke perekonomian cukup besar, supaya terus terjaga dan tak tergerus kontribusinya ke perekonomian.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyebut salah satu cara yang bisa digunakan untuk tujuan tersebut adalah menambah jumlah layer penghasilan kena pajak.
"Tarif mesti ada perbaikan di lapisan (baik bracket maupun layer), sekarang 4 layer seharusnya diperbaiki sekurang-kurangnya 5 atau 6 layer lebih bagus," jelasnya.
Penambahan layer, lanjut dia, misalnya satunya dengan menambahkan layer tarif sebesar 10% dan 20%. Kebijakan ini juga untuk melindungi kelompok tengah dan progresifitas tarif bagi kelompok atas.
Baca Juga
"Sistem pemajakannya juga harus lebih sederhana, ini kan variasinya terlalu banyak: OP yang UMKM, pekerja bebas, hingga karyawan," jelasnya.
Di satu sisi Pakar Pajak DDTC Darussalam menambahkan PPh OP yang menjalankan kegiatan usaha sangat signifikan baik jumlahnya maupun potensi pajak. Namun saat ini belum menjadi fokus pemerintah untuk menggarap sektor ini karena memang tidak gampang untuk menyisirnya.
Apalagi PPh OP banyak bergerak di sektor informal serta berskala kecil dan menengah yang belum terjangkau sepenuhnya oleh sistem administrasi pajak.
Namun demikian, soal tarif, Darussalam berpendapat bahwa secara teori PPh OP seharusnya lebih tinggi dengan PPh Badan. "Jadi menurut saya dengan tarif PPh OP sekarang tidak ada masalah," tukasnya.