Bisnis.com, PALEMBANG — Kawasan permukiman kumuh secara nasional di Indonesia meluas dua kali lipat selama kurun waktu lima tahun terakhir seiring meningkatnya jumlah penduduk di perkotaan terutama Pulau Jawa.
Direktur Pengawasan Permukiman Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR, Didiet Arif Akhdiat di Palembang, Selasa (3/9/2019), mengatakan bahwa pada 2014 REI mencatat luas kawasan kumuh mencapai 38.000 hektare, bertambah menjadi 87.000 hektare pada 2019.
"Tambahan Itu hasil pembaruan yang dilakukan oleh bupati dan wali kota di daerah," ujar Didief pada Rakor percepatan pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) di Palembang.
Menurut dia pengentasan kawasan kumuh memiliki tantangan yang semakin kompleks dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, masing-masing daerah didorong menyelesaikan kawasan kumuh secepatnya.
Dalam mengurangi kawasan kumuh, kata dia, metode yang digunakan tidak sama, setiap daerah diminta membuat program berdasarkan kearifan lokal, namun secara umum pihaknya mendorong pengentasan kawasan kumuh melalui pendekatan infrastuktur.
"Indikator kawasan kumuh itu ada permasalahan rumah, jalan dan permasalahan lingkungan berupa air minum, sanitasi, sampah, limbah dan penanganan kebakaran, pendekatan ini semua yang pemerintah upayakan," jelasnya.
Baca Juga
Selain keterbatasan dana, pengentasan kawasan kumuh juga masih menghadapi beberapa kendala, utamanya legalitas lahan yang kerap disengketakan masyarakat, pihaknya telah mendorong pemerintah daerah agar mensterilkan lahan yang akan disuntikan program dari pemerintah pusat.
Saat ini pihaknya telah mengentaskan kawasan kumuh seluas 32.000 hektar dari 38.000 hektare yang ditargetkan sampai 2020, sehingga luasan wilayah kumuh yang belum dientaskan tersisa 55.000 hektare.
Sementara Wali Kota Palembang, Harnojoyo, menambahkan pengentasan kawasan kumuh merupakan fokus pembangunannya yang telah memperlihatkan hasil cukup signifikan.
"Kami sudah mengurangi 48 dari 58 titik kawasan kumuh sejak 2017, sisanya masih kami kebut lewat program restorasi Sungai Sekanak dan Kotaku," tambah Harnojoyo.
Ia menyebut keterbatasan anggaran memang menjadi salah satu hambatan dalam mengentaskan kawasan kumuh, sebab memang dibutuhkan biaya cukup besar yang tidak bisa mengandalkan APBD saja.