Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia DKI Jakarta mengusulkan fasilitas yang diberikan kepada pusat logistik berikat dikurangi karena terlalu berlebihan.
Ketua DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Widijanto mengatakan bahwa fasilitas penangguhan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) hingga barang keluar dari PLB pun dinilainya terlalu longgar. Selain itu, masa timbun barang maksimal 3 tahun menurutnya terlalu lama.
Dia mengusulkan kemudahan fiskal PLB sebaiknya mengikuti ketentuan impor sementara, yakni lama penangguhan BM, pajak penghasilan (PPh) impor, dan pajak pertambahan nilai (PPN) impor ditetapkan sesuai izin dari Otoritas Bea dan Cukai.
Sebagai gambaran, jika Bea dan Cukai mengizinkan masa penangguhan selama 4 bulan --dengan asumsi barang akan keluar dari PLB 4 bulan kemudian-- maka importir harus membayar BM dan PDRI pada bulan keempat sejak barang impor masuk.
"Mau laku atau tidak, terjual atau tidak, importir harus membayar bea masuk dan pajak ketika izin berakhir," kata Widijanto kepada Bisnis.com, Minggu (1/9/2019).
Soal masa timbun barang, dia mengusulkan agar masa timbun barang dipersingkat menjadi maksimal 1 tahun.
ALFI DKI Jakarta juga menyoroti PLB e-commerce yang menurutnya akan menarik impor besar-besaran barang konsumsi. "Kami sesungguhnya mendukung PLB untuk mempercepat arus logistik, tetapi PLB ini jangan berlebihan," ujarnya.
PLB adalah gudang logistik multifungsi untuk menimbun barang impor atau ekspor, dengan kemudahan fasilitas perpajakan berupa penundaan pembayaran bea masuk dan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta menawarkan fleksibilitas operasional lainnya.