Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengusulkan adanya kenaikan biaya iuran bagi peserta BPJS Kesehatan sebanyak dua kali lipat dari besaran iuran saat ini.
Menanggapi hal itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, besarnya kenaikan iuran bisa berdampak pada pemindahan kelas oleh para peserta BPJS Kesehatan.
“Bisa saja [pindah kelas], itu hak peserta untuk pindah kelas, asal jangan ke PBI [Penerima Bantuan Iuran], karena itu subsidi dan sudah ditentukan,” ”katanya kepada Bisnis.com, Kamis (29/8/2019).
Menurutnya, jika kenaikan iuran tersebut sepenuhnya dibebankan pada peserta, maka pemerintah beserta BPJS perlu mengubah sistem kepersertaan BPJS Kesehatan.
Setidaknya ada empat poin yang diusulkan oleh YLKI. Pertama, menghilangkan kelas iuran BPJSKes. Hal ini selaras dengan semangat asuransi sosial yakni gotong royong. “Jadi iuran BPJSKes hanya satu kategori saja,”
Kedua, daftar peserta BPJSKes kategori PBI harus diverifikasi ulang dan agar lebih transparan serta akuntabel nama penerima PBI harus bisa diakses oleh publik.
Baca Juga
Ketiga, managemen BPJSKes harus membereskan tunggakan iuran dari kategori mandiri/pekerja bukan penerima upah, yang mencapai 54%.
“Fenomena tunggakan ini jika dibiarkan akan menjadi benalu bagi finansial BPJSKes. Di sisi lain, kenaikan iuran untuk kategori peserta mandiri juga akan memicu tunggakan dari peserta mandiri akan makin tinggi.”
Keempat, YLKI juga mengusulkan untuk menjadi mitra faskes tingkat pertama, seperti puskesmas dan klinik, juga harus dilakukan verifikasi, khususnys terkait ketersediaan dan jumlah dokter yang ada.
“Terkait dengan usulan besaran kenaikan tarif YLKI memberikan toleransi dengan formulasi besaran yaitu untuk kategori peserta PBI kenaikannya pada kisaran Rp30.000—Rp40.000. Sedangkan untuk peserta non PBI, usulan tarif rata-rata Rp60.000.”
Dalam hal kenaikan iuran, menurutnya, pemerintah bisa saja melakukan relokasi subsidi energi dan atau menaikkan cukai rokok.
Sebagian dari subsidi energi yang masih mencapai Rp157 triliun bisa direlokasi menjadi subsidi BPJS Kesehatan atau menaikkan cukai rokok secara signifikan dan persentase kenaikan cukai rokok tersebut sebagiannya langsung dialokasikan untuk memasok subsidi ke BPJS Kesehatan.
“Skema seperti ini selain tidak membebani konsumen BPJSKes, juga sebagai upaya preventif promotif, sehingga sangat sejalan dengan filosofi BPJSKes. Selain itu pemerintah bisa menambah suntikan subsidi di BPJSKes.”