Bisnis.com, JAKARTA Penurunan harga harga ayam ras broiler siap potong (livebird) di tingkat peternak diperkirakan bakal berlanjut setidaknya sampai Oktober mendatang jika pemerintah tak segera melakukan intervensi.
Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) wilayah Jawa Tengah Pardjuni mengatakan hal tersebut didorong pula dengan tren penurunan konsumsi di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur sepanjang bulan Sura atau Muharam dalam kalender Hijriyah.
"Pada bulan tersebut permintaannya rendah sekali di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kalau dibiarkan, tidak ada penanganan, sampai Oktober pun bisa berlanjut," katanya, Rabu (28/8/2019).
Pardjuni menjelaskan perkiraan harga yang suram sampai dua bulan mendatang sebenarnya telah tecermin dari kondisi produksi anak ayam usia sehari kelas final stock (DOC FS) saat ini. Ia mengemukakan akan terjadi kelebihan pasokan di tingkat bibit dengan produksi mencapai 69 juta ekor per minggu.
Padahal, konsumsi rata-rata bulanan, menurut perkiraan Pardjuni, berada di kisaran 51-55 juta ekor per minggu secara nasional untuk empat bulan mendatang.
"Dengan kondisi musim hujan di penghujung 2019, hasil perhitungan kami memperkirakan konsumsi 51-55 juta ekor per pekan. Jadi, setidaknya harus dipangkas sekitar 9 juta ekor per minggu," sambung Pardjuni.
Pemerintah memang sempat mengeluarkan kebijakan pemangkasan DOC FS untuk mengendalikan tingkat produksi. Dalam surat edaran dari Kementerian Pertanian bernomor 6996/SE/ PK.010/F/06/2019, pembibit diminta untuk mengurangi jumlah DOC FS dengan menarik 30 persen telur tetas berumur 19 hari dari mesin tetas (hatcher).
Aturan itu pun sifatnya sementara dan hanya diimplementasikan selama dua pekan sejak 28 Juni sampai 12 Juli 2019 bagi perusahaan pembibit ayam ras yang beroperasi di Jawa Tengah. Untuk dampaknya pada harga livebird, Pardjuni mengungkapkan hanya terasa pada 30 hari sejak pemberlakuan.