Bisnis.com, JAKARTA – Keterbatasan pasokan bahan baku menjadi tantangan berat para pelaku industri daur ulang di Indonesia. Pasalnya plastik yang ada berupa sampah yang sulit untuk dipisahkan menjadi bahan baku industri
“Kriteria yang dilihat oleh industriawan, yaitu layak recycle atau tidak layak recycle. Garis besarnya yang diukur bahwa bahan baku tersebut bisa menjadi nilai tambah lebih tinggi lagi,” ujar Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kemenperin Taufiek Bawazier dalam keterangan resmi, Jumat (23/8/2019).
Selain itu, pasokan bahan baku plastik daur ulang dari luar negeri juga terhambat karena ada regulasi yang mewajibkan bahan baku skrap plastik yang diimpor dengan kriteria 100% homogen alias tidak ada campuran atau bahan pengotor lainnya.
“Ketentuan tersebut dirasa sulit untuk dipenuhi oleh pelaku industri daur ulang,” katanya.
Kementerian Perindustrian pun menawarkan solusi, yakni sisa produksi yang berasal dari bahan pengotor bahan baku dapat diolah dengan menggunakan mesin insenerator sehingga menghasilkan buangan yang lebih ramah lingkungan
Menurutnya, Kemenperin terus memacu pertumbuhan industri daur ulang plastik lantaran dapat memenuhi kebutuhan bahan baku bagi sejumlah sektor manufaktur sekaligus mengurangi impor bahan baku plastik.
Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan implementasi konsep circular economy atau ekonomi berkelanjutan di sektor industri mampu berkontribusi besar dalam Sustainable Development Goals (SDGs).
“Industri manufaktur berperan penting dan memberikan dampak yang luas dalam mewujudkan circular economy di Indonesia,” ujarnya.
Konsep ekonomi berkelanjutan ini sejalan dengan standar industri hijau yang mampu berperan meningkatkan daya saing sektor manufaktur di masa depan. Industri tersebut mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan. Hal ini sesuai implementasi program prioritas pada peta jalan Making Indonesia 4.0.