Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan tengah melakukan evaluasi terkait dengan implementasi PM No. 7/2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis bagi Kapal Yang Berlayar di Wilayah Perairan Indonesia.
Direktur Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Basar Antonius menyatakan evaluasi itu menyusul terbitnya Surat Edaran No SE 70/2019 sebagai payung hukum penundaan pemberlakuan sanksi administratif terkait kewajiban pemasangan sistem identifikasi otomatis (AIS) pada kapal berbendera Indonesia dan kapal asing yang berlayar di perairan Indonesia.
Dia menjelaskan penundaan pemberlakuan sanksi administratif diputuskan setelah melakukan evaluasi terhadap kesiapan pelaksanaan pemasangan dan pengaktifan AIS, khususnya AIS kelas B pada kapal penangkap ikan dan kapal pelayaran rakyat.
“Dari hasil evaluasi yang kami lakukan, khususnya pada kesiapan pemasangan dan pengaktifan AIS Kelas B, dipandang perlu dilakukan penyempurnaan atau revisi terhadap Peraturan Menteri Perhubungan No PM 7/2019,” ujarnya dalam siaran pers, Selasa (20/8/2019).
Menurut dia, penyempurnaan itu adalah perpanjangan jangka waktu pemberlakuan sanksi administratif dalam PM 7/2019 sampai dengan 6 bulan mendataang.
Namun, Basar menegaskan penundaan hanya untuk pemberlakuan sanksi administratif, sedangkan kewajiban untuk memasang dan mengaktifkan AIS sesuai dengan ketentuan pada PM 7 Tahun 2019 tetap diberlakukan dan harus tetap dilaksanakan per 20 Agustus 2019.
Sebagai informasi, PM 7/2019 mengatur tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis (AIS) bagi Kapal yang Berlayar di Wilayah Perairan Indonesia serta pengawasan pengaktifan AIS tersebut, yang akan diberlakukan secara efektif pada 20 Agustus 2019.
AIS Kelas A wajib dipasang dan diaktifkan pada Kapal Berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at Sea (Solas) yang berlayar di wilayah perairan Indonesia.
AIS Kelas B juga wajib dipasang dan diaktifkan pada kapal-kapal berbendera Indonesia dengan ketentuan a.l. kapal penumpang dan kapal barang nonkonvensi berukuran paling rendah 35 GT, kapal yang berlayar antar lintas negara atau yang melakukan barter-trade atau kegiatan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, serta kapal penangkap ikan yang berukuran paling rendah 60 GT.