Bisnis.com, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) mengaku sudah memasang perangkat sistem identifikasi otomatis (Automatic Identification System/AIS) pada seluruh kapal penyeberangan sejak 2008.
Ketua Umum Gapasdap Khoiri Soetomo mengatakan saat itu, pemerintah mewajibkan seluruh kapal feri memasang AIS menyusul tabrakan yang kerap terjadi di banyak lintasan penyeberangan.
Pada 2008, pemberlakuan mandatori AIS ditanggapi riuh oleh Gapasdap. Pasalnya, anggota sedang kesulitan karena penetapan tarif penyeberangan yang sangat rendah oleh pemerintah. Meskipun demikian, anggota Gapasdap akhirnya memenuhi kewajiban demi keselamatan pelayaran.
"Karena AIS waktu itu baru diperkenalkan, ada yang beli dengan harga Rp70 juta, yang merek Eropa. Ada lagi yang merek Korea [Selatan], harganya mendekati Rp40 juta. Uang segitu pada 2008 sangat besar. Banyak yang keberatan, tapi karena kami melihat pentingnya AIS, itu kemudian tidak ada kendala lagi," paparnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (14/8/2019).
Menurut Khoiri, tabrakan kapal terjadi karena oversupply kapal di semua lintasan penyeberangan. Berdasarkan data Gapasdap, jumlah armada feri di atas 300 GT mencapai 435 unit.
Jumlah kapal besi berkelas maupun tidak berkelas yang melayani pengangkutan danau mencapai ratusan. Itu belum termasuk angkutan sungai yang jumlahnya ribuan.
Dia memberi contoh, oversupply di lintasan penyeberangan Merak-Bakauheni terjadi karena kekurangan dermaga. Jumlah kapal feri 71 unit, tetapi jumlah dermaga hanya 6 pasang. Belum lagi jika nanti pemerintah memberikan izin operasional bagi 14 kapal yang kini sudah mengantongi izin prinsip.
"Kalau ada antrean penumpang, pemerintah bukannya membangun dermaga, malah izin kapal ditambah. Ini mengakibatkan kapal berputar-putar saat mau holding," terang Khoiri.
Baca Juga
Kecelakaan kapal akibat tabrakan antara lain dialami kapal feri KMP Bahuga Jaya. Kapal tersebut bertubrukan dengan kapal tanker Northgas Chatinka berbendera Norwegia di perairan Selat Sunda pada September 2012, karena kesalahan navigasi. Insiden mengakibatkan tujuh orang tewas.
Pada April 2019, KMP Windu Karsa Dwitiya yang akan keluar alur Pelabuhan Merak bertabrakan dengan KMP Virgo 18 yang akan masuk alur Pelabuhan Merak. Masing-masing kapal milik anggota Gapasdap ini diduga tidak mengetahui lokasi kapal lain. Akibat kejadian itu, satu orang ABK tercebur ke laut dan ditemukan meninggal dunia.