Bisnis.com, JAKARTA Target operasi komersial pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Lumut Balai Unit 1 berkapasitas 55 MW di Sumatera Selatan mundur lagi ke September 2019. Saat ini, pembangkit tersebut baru menyelesaikan tahap commissioning atau pengujian.
Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Ali Mundakir mengatakan dengan beroperasinya PLTP Lumut Balai Unit 1 55 MW pada tahun ini, kapasitas terpasang pembangkit panas bumi yang dikelola perseroan menjadi akan menjadi 672 MW.
Pada mulanya, PLTP Lumut Balai Unit 1 ditargetkan beroperasi komersial atau commercial operating date (COD) pada Juli 2019, kemudian targetnya mundur ke Agustus. Ternyata, pada Agustus, PLTP Lumut Balai baru bisa melakukan sinkronisasi pertama dengan jaringan sehingga COD baru bisa terealisasi September 2019.
Menurutnya, permasalahan sosial dalam pengembangan PLTP Lumut Balai menjadi batu sandungan. Meskipun demikian, pihaknya tetap berupaya agar PLTP Lumut Balai Unit 1 mampu beroperasi komersial sebelum September 2019.
"Ya kondisi sosial masyarakat tidak bisa diprediksi," katanya, Selasa (13/8/2019).
Sementara itu, apabila PLTP Lumut Balai Unit 1 telah beroperasi, perseroan akan mendorong realisasi konstruksi unit 2 dengan kapasitas sama agar bisa beroperasi enam bulan setelahnya. Artinya, PLTP Lumut Balai Unit 2 55 MW ditarget beroperasi komersial pada 2020.
"Antara unit 1 dan unit 2 biasanya 6 bulan," katanya.
Berdasarkan catatan Bisnis, target COD PLTP Lumut Balai 1 di Sumatera Selatan awalnya pada Desember 2018. Namun, lantaran beberapa kendala, COD diundur menjadi Juli 2019. Target COD kemudian kembali diundur ke Agustus 2019 lantaran adanya protes warga mengenai permasalahan lahan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM F.X. Sutijastoto mengatakan PLTP Lumut Balai Unit 1 sudah siap beroperasi, hanya perlu melakukan pengujian kesiapan infrastruktur jaringan transmisi dan melakukan backfeeding.
Area wilayah kerja panas bumi (WKP) Lumut Balai memang terbatas untuk digunakan sebagai lokasi pembangkit lantaran memiliki topografi tinggi dan curam sehingga membutuhkan mitigasi potensi landside yang cukup kompleks.
"Kita perlu sinergi untuk transmisi, ternyata banyak masalah sosial itu yang membuat mundur," katanya.