Bisnis.com, JAKARTA — Akademisi kehutanan menyarankan agar Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terkait perhutanan sosial di ekosistem gambut yang saat ini dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) ditunda pengesahannya.
Bambang Hero Saharjo, Guru Besar Bidang Perlindungan Hutan Institut Pertanian Bogor (IPB), menjelaskan penundaan itu perlu dilakukan guna menguatkan implementasi Permen LHK Nomor 10/2019 tentang Penentuan, Penetapan, dan Pengelolaan Puncak Kubah Gambut Berbasis Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG).
“Di satu sisi, memang kita mengapresiasi akan terbitnya aturan ini dalam rangka menyejahterakan masyarakat, tetapi pemerintah perlu bersiap-siap menghadapi masalah lain yang tidak jauh berbeda pasca terbitnya Permen LHK Nomor 10/2019,” kata Hero kepada Bisnis, baru-baru ini.
Seperti diketahui, Permen LHK Nomor 10/2019 yang membolehkan pemegang konsesi hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan yang arealnya memiliki atau berada di lahan gambut yang masuk dalam fungsi lindung dapat dimanfaatkan dengan syarat utama tetap menjaga fungsi hidrologis gambut [KHG].
Kendati demikian, beberapa lembaga penggiat lingkungan menilai terbitnya aturan tersebut bertentangan dengan PP 71/2014 jo PP 57/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
Pasalnya, PP 71/2014 jo PP 57/2016 memandatkan ekosistem gambut dengan fungsi lindung tidak boleh lagi dieksploitasi untuk sawit dan HTI setelah satu daur tanam, baik yang berada di puncak kubah gambut maupun di luar puncak kubah gambut.
Baca Juga
Oleh karena itu, Hero menilai dalam masa harmonisasi dan penomoran di Kemenkumham saat ini, KLHK perlu untuk terus melakukan kajian ulang agar perdebatan terkait aturan main perhutanan sosial di lahan gambut tidak terjadi seperti perdebatan yang muncul pasca terbitnya Permen LHK Nomor 10/2019.
“Saya setuju sama perintah Presiden Jokowi, kalau sampai Oktober 2019 tidak dibuat dulu keputusan [birokratik], termasuk soal Permen ini,” tandasnya.