Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setop Permanen Izin Baru Hutan Alam dan Lahan Gambut Perlu Dikaji

Pelaku industri dan akademisi menilai rencana pemerintah meningkatkan kebijakan penundaan izin baru pengelolaan hutan alam dan lahan gambut menjadi permanen perlu dikaji secara mendalam.
Lahan gambut./Antara
Lahan gambut./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri dan akademisi menilai rencana pemerintah meningkatkan kebijakan penundaan izin baru pengelolaan hutan alam dan lahan gambut menjadi permanen perlu dikaji secara mendalam.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Moekti Sardjono mengatakan wacana setop izin hutan alam dan lahan gambut perlu dikaji dari segala aspek, tidak hanya melihat pada aspek lingkungan.

"Perlu dikaji mendalam tentunya tidak hanya aspek lingkungan, tapi juga ekonomi dan sosial. Dengan pertambahan penduduk tentunya kita butuh space tidak hanya untuk tempat tinggal, infrastruktur, tapi juga pangan dan energi," ujarnya kepada Bisnis pada Kamis (20/6/2019).

Senada dengan Moekti, Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Yanto Santosa juga menilai pemerintah perlu mengkaji secara matang dan komprehensif sebelumnya memutuskan izin baru hutan alam dan lahan gambut disetop selamanya.

Menurutnya, kawasan hutan alam primer dan lahan gambut yang tidak dibebani izin umumnya akan rusak dirambah oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab karena minimnya pengawasan pada kawasan tersebut.

"Perlu adanya kajian dari pemerintah terkait penjagaan hutan alam dan lahan gambut yang tidak dibebani hak bersama dengan para stakeholder terkait. Kenapa? menurut hasil kajian, jika tidak ada izin konsesi, kawasan hutan alam dan lahan gambut tersebut rentan dirambah. Jika dibebani hak di sana kan ada yang jaga [korporasi] itu akan lebih aman," katanya kepada Bisnis pada Kamis (20/6).

Tak hanya itu, Yanto juga menilai pemerintah perlu memikirkan dampak ekonomi dari sektor kehutanan ke depan apabila setop izin diberlakukan.

"Karena [dengan] moratorium ini ada kerugian secara finansial [bagi negara] investasi tidak masuk, sehingga ini perlu dilakukan kajian yang baik oleh pemerintah," ujar Yanto.

Selain memerlukan kajian yang matang dari segala aspek, Purwadi Soeprihanto, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, mengharapkan rencana setop izin tersebut didiskusikan bersama-sama dengan para pelaku usaha yang bergerak pada sektor bisnis berbasis lahan.

Sektor bisnis berbasis lahan yang dimaksud Purwadi adalah  dunia usaha yang bergerak di bidang berbasis lahan baik itu pertanian, perkebunan, kehutanan maupun dengan sektor-sektor yang berkaitan dengan lahan lainnya seperti desa tertinggal dan transmigrasi dan pekerjaan umum.

Pihaknya menilai dengan melibatkan dunia usaha yang bersentuhan langsung pada skema pengelolaan lahan, pemerintah akan mendapatkan masukan yang positif dan konstruktif dari sisi bisnis.

"Perlu dialog dengan pelaku usaha. Jadi, kalau memang mau dipermanenkan, opsi-opsi yang akan ditetapkan, telah lebih dulu disosialisasikan ke pelaku usaha," ujar Purwadi kepada Bisnis.

Dia juga menilai bahwa dengan melibatkan dunia usaha dapat menjaga keseimbangan dari segi kepentingan lingkungan dan iklim investasi.

Wacana Setop Izin

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menyatakan pada acara diskusi interaktif bertajuk Forest for Peace and Well-Being: Towards a Brighter Future, di Asia Pacific Forestry Week (APFW) 2019 di Incheon, Korea Selatan, bahwa Indonesia telah memiliki beleid kebijakan moratorium izin hutan alam dan lahan gambut.

Adapun, kebijakan tersebut tertuang pada Instruksi Presiden Nomor 10/2011 yang tiap dua tahun sekali diperpanjang. Siti mengatakan dengan adanya baleid penundaan izin baru ini, berdampak efektif terhadap penataan kembali pengelolaan hutan dan kehutanan Indonesia.

"Termasuk dalam pengelolaan konflik, pencegahan kebakaran hutan, penegakan hukum, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan," kata Siti dalam keterangan resminya, baru-baru ini.

Dia juga mengatakan bahwa kini pemerintah memiliki wacana untuk menjadikan baleid penundaan tersebut menjadi permanen. Artinya, apabila kebijakan penundaan yang tertuang pada tersebut menjadi permanen, maka ada kemungkinan bahwa pemerintah tidak akan mengeluarkan izin baru bagi korporasi terkait Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Alam dan Lahan Gambut.

Pada kesempatan yang berbeda, Siti pernah menyampaikan bahwa saat ini pengeluaran izin pemanfaatan di kawasan hutan tak hanya diperketat pada kawasan hutan alam dan lahan gambut, bahkan skema izin hutan tanaman industri (HTI) juga turut di perketat.

Dia memberikan contoh angka penurunan pengeluaran izin untuk hak pengusahaan hutan (HPH) di kawasan HTI turun sekitar 70% hingga 80% dibandingkan dengan pemberian izin sebelumnya.

"Sekarang saya tahan [pemberian izin] kalau dulu [izin pemanfaatan HTI] bisa sampai 90.000 hektare - 100.000 hektare. Sekarang [korporasi kehutanan] dapat izin HTI 20.000 hektare - 30.000 hektare itu sudah bagus, jadi agak ketat," tuturnya di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, R.A. Belinda Arunawati Margono, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyampaikan pelaksanaan moratorium hutan alam primer dan lahan gambut dengan segala pro-kontra yang ada terbukti dapat menekan laju deforestasi hutan.

KLHK mengklaim laju deforestasi kawasan hutan Indonesia turun seluas 40.000 hektare atau sekitar 8,33% menjadi 440.000 ha pada periode 2017-2018 dibandingkan dengan periode 2016—2017 seluas 480.000 hektare.

Rahmad Handoyo, Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDIP juga menyambut baik wacana KLHK tersebut untuk menjadikan penundaan izin baru hutan alam dan lahan gambut permanen.

Menurutnya, rencana tersebut dalam rangka untuk menjaga luasan kawasan hutan yang saat ini menurut data Status Hutan dan Kehutanan Indonesia luasnya mencapai 120,6 juta hektare.

"Itu pantas didukung, karena salah satu fungsi KLHK adalah menjaga agar luasan hutan Indonesia ini terjaga dengan aturan-aturan yang [harusnya] dipatuhi oleh pelaku usaha maupun non-usaha [masyarakat]," katanya kepada Bisnis pada Kamis (20/6).

Wacana setop izin juga disambut positif oleh Myrna Asnawati Safitri, Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut.

"Sepanjang untuk perlindungan gambut, positif saja. Namun, ini baru wacana, jadi kita tunggu kebijakannya keluar dulu. Kalau sudah jadi kebijakannya tentu didukung," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper