Bisnis.com, JAKARTA – Investasi bisnis dan pengeluaran konsumen berhasil mendorong ekonomi Jepang tumbuh lebih dari yang diperkirakan pada kuartal kedua tahun ini.
Kantor Kabinet Jepang pada Jumat (9/8/2019) melaporkan produk domestik bruto (PDB) Negeri Sakura tumbuh 1,8 persen dalam tingkat tahunan pada kuartal II/2019 dari kuartal sebelumnya.
Capaian tersebut melampaui estimasi median para ekonom untuk pertumbuhan 0,5 persen, meskipun lebih rendah dari revisi pertumbuhan pada kuartal pertama sebesar 2,8 persen.
Sementara itu, investasi bisnis meningkat naik 1,5 persen dari kuartal sebelumnya, lebih besar dari estimasi median untuk kenaikan 0,8 persen, dan konsumsi swasta naik 0,6 persen.
Dilansir dari Bloomberg, pertumbuhan pada kuartal II terbantukan peningkatan belanja konsumen yang didukung libur umum selama 10 hari dan pembelian menjelang kenaikan pajak penjualan yang direncanakan pada bulan Oktober.
Mempertimbangkan faktor tersebut, kecil kemungkinan kondisi serupa akan berlanjut terutama setelah kenaikan pajak diberlakukan.
Baca Juga
Ekonomi Jepang terus tumbuh tahun ini meskipun ekspor turun selama tujuh bulan berturut-turut. Sejumlah ekonom memperkirakan pertumbuhan lebih lambat sebesar 0,7 persen tahun ini.
Namun jika perang perdagangan Amerika Serikat-China berlanjut, atau memburuk, semua prediksi pertumbuhan dapat buyar.
Di sisi lain, penguatan nilai tukar yen menimbulkan risiko bagi laba eksportir Jepang, yang mungkin membebani lapangan pekerjaan dan investasi modal di dalam negeri.
Sejauh ini, belanja modal telah bertahan terlepas dari adanya kemerosotan ekspor, sebagian didukung kebutuhan akan teknologi hemat tenaga kerja.
“Ke depannya, stimulus fiskal dan pembelian di menit-menit terakhir menjelang kenaikan pajak penjualan pada bulan Oktober kemungkinan akan mendukung pertumbuhan kuartal III,” ujar Yuki Masujima, ekonomi senior Bloomberg.
“Meski demikian, pertumbuhan akan bergantung pada bagaimana permintaan eksternal bertahan dan proteksionisme AS terlihat. Perang dagang AS-China yang meningkat jelas adalah hal negatif untuk permintaan rantai pasokan,” jelasnya.