Bisnis.com, JAKARTA -- Pasar domestik belum bisa mengakomodasi kewajiban pasokan batu bara dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) 25% untuk setiap produsen.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan sekitar 85% kebutuhan batu bara pembangkit listrik sudah terkontrak dengan sejumlah produsen. Kondisi ini cukup menyulitkan produsen untuk menjadi penyuplai batu bara pembangkitan.
Padahal, di tengah harga ekspor batu bara yang kian menyamai harga khusus pembangkit dalam negeri, memasok batu bara untuk pembangkitan menjadi lebih menguntungkan. Kondisi harga ekspor dengan harga khusus batu bara yang hampir sama memang membuat perusahaan berlomba-lomba ingin memasok kebutuhan pembangkitan dalam negeri. Berbeda dengan kondisi awal 2018 lalu, saat harga khusus batu bara yang senilai US$70/ton dan harga ekspor US$100/ton.
Adapun Harga Acuan Batubara (HBA) ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode Agustus 2019 sebesar US$72,67/ton atau mengalami penguatan tipis dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang berada di level US$71,92/ton. Sedangkan, harga baru bara di beberapa indeks internasional berada pada kisaran US$70/ton - US$82/ton.
"Jadi ya sekarang perusahaan melihat tren ini, mereka berusaha berlomba-lomba memasok ke PLN [pembangkit listrik], di sisi lain kemampuan PLN juga terbatas, 80% sudah kontraktual," katanya kepada Bisnis, Rabu (7/8/2019).
Selain, produsen yang sudah terkontrak, adanya perbedaan spesifikasi batu bara yang diproduksi dengan kebutuhan pembangkitan juga menjadi batu sandungan produsen untuk memasok kebutuhan dalam negeri. Pembangkitan setidaknya membutuhkan batu bara kalori menengah. Sedangkan, spesfikasi batu bara yang diproduksi beragam, mulai dari kalori tinggi, menengah, hingga rendah.
"Speknya juga beda, sementara mereka harus jual 25% [kewajiban DMO], kalau tidak nanti produksi disesuaikan tahun depan," katanya.
Hendra mengatakan lantaran perbedaan spesifikasi inilah produsen lebih memilih untuk melakukan transfer kuota. Hanya saja, hingga semester I/2019, belum banyak perusahaan yang melakukan jual beli kuota. Hal itu karena mereka harus memenuhi kewajiban DMO terlebih dahulu sebelum melakukan transfer kuota.
Menruutnya, capaian DMO yang sebesar 53,72% hingga semester I/2019 pun sudah terhitung cukup besar. Biasanya, capaian DMO akan meningkat pada kuarta III maupun kuartal IV karena perusahaan akan berupaya memenuhi kewajiban DMO.
"Secara kebiasaan, kita lihat pelaksanaan DMO akhir tahun baru terlihat, perusahan berlomba-lomba memenuhi kewajiban karena deadline," katanya.