Bisnis.com, JAKARTA—Indonesia perlu bersikap tegas terkait rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir atau PLTN.
Anggota Komisi VI DPR Dito Ganinduto mengatakan perlu ketegasan pemerintah untuk membangun PLTN jika Indonesia ingin terlepas dari listrik berbiaya tinggi dan terjaminnya kelancaran pasokan.
“Saya setuju, tapi harus ada keputusan presiden apakah cocok di negara kita saat ini. Saya pernah usulkan PLTN pada 2004,” ujar Dito dalam diskusi bertajuk “Buntut Listrik Jawa-Bali Padam, Bagaimana Pengawasan UU Perlindungan Konsumen?”
Dito menjadi pembicara di Gedung DPR, Selasa (6/8/2019), bersama Anggota Komisi VII DPR dari Faksi NasDem Muhammad Qutubi.
Anggota Komisi VII DPR, Muhammad Qutubi dari Fraksi NasDem (kiri) dan Anggota Komisi VII Dito Ganinduto dari Fraksi Golkar (kanan) saat menjadi pembicara di Gedung DPR, Selasa (6/8/2019)./Bisnis-John Andhi Oktaveri
Baca Juga
Menurut Dito, terganjalnya pembangunan PLTN disebabkan sejumlah faktor, termasuk unsur politik di balik pembangunan energi bersih tersebut. Bahkan, Dito tidak membantah adanya kepentingan kelompok tertentu yang terganggu kalau PLTN diwujudkan.
“Sebenarnya tak usah dikhawatirkan soal listrik tenaga nuklir karena telah diterapkan di sejumlah negara maju. Akan tetapi ada masalah lokasi dan ada faktor politisnya untuk dimasukkan ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga listrik (RUPTL),” ujar Anggota Fraki Golkar DPR itu.
Karena itu dia akan mempertanyakan soal padamnya listrik yang mencapai delapan jam lebih serta bagaimana prospek PLTN ke depan sebagai pengganti pembangkit lstrik yang dinilai sudah tidak efisien.
Qurtubi juga menyatakan setuju kalau Indonesia masuk era tenaga listrik berbasis nuklir. Menurutnya, selain efisien dari sisi biaya, gangguan listrik tenaga nuklir juga sangat kecil.
Terkait padamnya listrik kemarin, Qurtubi berharap tidak ada unsur kesengajaan dalam kasus yang merugikan masyarakat dan sektor usaha tersebut.