Bisnis.com, JAKARTA Cadangan beras pemerintah (CBP) yang berada di angka 2,4 juta ton relatif cukup untuk menjaga stabilitas harga. Namun, Perum Bulog (Persero) dinilai tak akan leluasa dalam melakukan intervensi pasar.
Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengatakan perusahaan pelat merah tersebut pada Juli lalu akhirnya memperoleh lampu hijau dari pemerintah untuk menyalurkan sekitar 700.000 ton berasnya terkait program bantuan pangan nontunai (BPNT). Jika penugasan tersebut berjalan dengan baik, Dwi berpendapat Bulog berpotensi kehilangan fleksibilitas untuk mengintervensi pasar.
"Stok akhir tahun harus dipertahankan di atas satu juta ton supaya tidak ada gejolak harga yang tidak diinginkan. Kebutuhan tertingginya di Januari, Februari, dan Maret [tahun depan] ketika tidak ada produksi. Jika melihat stok yang ada sekarang, jumlah maksimal yang bisa dilepas sampai akhir tahun berarti sekitar 1 juta ton," papar Dwi kepada Bisnis, baru-baru ini.
Pentingnya stok di atas 1 juta ton ini bisa terlihat dari gejolak harga yang terjadi pada awal 2018 lalu. Dwi menyebutkan CBP di gudang Bulog sempat menyentuh angka di bawah batas dan mengakibatkan harga beras melambung.
Kondisi tersebut lantas mendorong pemerintah membuka keran impor sebesar 500.000 ton pada awal tahun.
Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Agung Hendriadi memastikan CBP di gudang Bulog cukup untuk menjaga keseimbangan stok dan pangan nasional di tengah potensi kemarau yang lebih kering dibanding tahun lalu.
Baca Juga
"Stok sangat cukup karena ada panen sampai dengan akhir tahun, stok beras hari ini ada 2,4 juta ton," kata Agung kepada Bisnis.
Agung juga menambahkan produksi sampai awal Agustus ini masih mencukupi kebutuhan masyarakat. Pelepasan beras pemerintah dalam skala besar ia sebut belum perlu untuk menjaga keseimbangan pasar.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan setidaknya telah ada 20.269 hektare (ha) lahan pertanian puso. Sampai dengan 22 Juli 2019, terdapat 55 kepala daerah di tujuh provinsi yang telah menetapkan status siaga darurat bencana kekeringan.
Ketujuh provinsi tersebut adalah Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).