Bisnis.com, MOSKOW – Beredar wacana pemerintah Rusia akan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk crude palm oil (CPO) asal Indonesia yang semula 10 persen menjadi 20 persen.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) Sahat Sinaga membenarkan isu tersebut seusai Forum Bisnis Indonesia – Rusia yang berlangsung di Moskow. Menurutnya memang ada isu yang beredar bahwa PPN untuk CPO akan meningkat.
“Rencana mereka untuk menaikkan PPN 20 persen itu harus segera dilobi oleh pemerintah Indonesia ke Rusia, apa dasar mereka untuk kenaikan tersebut? Apakah karena trade balance berkurang? Jadi harus diakomodasi dengan produk apa saja supaya balance jadi perlu lebih aktif pendekatannya,” katanya di Moskow belum lama ini.
Sahad menambahkan pada dua tahun lalu pemerintah sempat melobi Rusia ketika level peroxide dinaikkan sampai nilainya 1 persen. Ketika itu produsen menganggap tidak mungkin karena ada proses pengangkutan yang menyebabkan kadarnya naik.
Sebagai informasi, peroxside adalah zat kimia bersifat asam lemah berupa cairan tak berwarna, agak lebih kental daripada air, namun merupakan oksidator atau agen pemutih yang kuat.
Apabila beleid penaikkan PPN 20 persen itu naik menjadi maka harga CPO di Rusia berada di kisaran US$810 per ton atau lebih rendah US$10 dari harga minyak nabati jenis rapeseed US$820 per ton.
“Tonase ekspor kesini bisa jadi berkurang. Padahal minyak sawit sudah mulai diterima karena produksi mereka terbatas. Rusia pun sebenarnya juga menjadi importir bagi negara tetangga yang dulu pecah, sawit di lihat bisa mengisi kekosongan,” katanya.
Sebagai informasi, pada 2018 Rusia mengimpor CPO dari Indonesia sekitar 1 juta ton atau 74 persen dari negara penghasil CPO lain seperti Malaysia dan negara Afrika. Adapun nilai perdagangan mencapai US$10 miliar pada 2018.
Sahad mengatakan jumlah tersebut terus meningkat setiap tahunnya. Dengan demikian dia berharap produsen CPO tidak dikenai kenaikan karena itu akan menyulitkan kedua belah pihak.
Dari sisi pengusaha, Sahad menawarkan solusi dengan cara menjual rendah, tetapi dengan catatan produksi tandan buah segar dan rendemen diperbaiki.
“Satu-satunya cara adalah jual rendah. Itu satu-satunya cara. Tapi itu bisa kalau produktifitas tinggi yakni 35 ton TBS per hektare dan minimal yield 23 persen dengan begitu harganya bisa murah,’ ungkapnya.
Sahad mengatakan bahwa ekpsortir terbesar ke Rusia adalah Asian Agri, Musim Mas Grup, Permata Hijau Grup dan Wilmar Grup.
Sementara itu, Director of Sustainability and Stakeholder Relations Asian Agri Bernard A. Riedo menanggapi kemungkinan tersebut dengan santai.
Menurutnya Asian Agri sudah memiliki cara untuk meredam kemungkinan tersebut dengan meningkatkan produktivitas kebun.
Bernard mengatakan perusahaan sudah berinvestasi banyak untuk meningkatkan rendemen bahkan sampai 26 persen.
“Masalah waktu saja memang akan mengarah kesana tinggal menunggu. Karena disini kana da banyak rapeseed, jadi wajar. Tapi apakah bisa memenuhi kebutuhan secara total?” katanya.
Menurutnya cara terbaik yang bisa dilakukan oleh perusahaan saat ini ialah terus meningkatkan produktivitas sehingga harga bisa dijaga tetap di bawah minyak nabati lainnya.