Bisnis.com, JAKARTA—Potensi konsumsi gas bumi dalam negeri hingga 2035 perlu lebih dipetakan untuk memastikan keandalan pasokan dengan mempertimbangan tambahan produksi nasional.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan saat ini konsumsi gas domestik sudah menembus 60 persen. Ke depan, pihaknya perlu memperhatikan potensi tambahan produksi dan diharapkan serapan konsumsi domestik tetap di atas 50 persen.
"Karena pertumbuhan permintaannya itu kan tidak melompat, tapi pertumbuhan produksi akan melompat dengan munculnya Jambaran-Tiung Biru dan Tangguh Train 3. Maka, 2025 kita perkirakan domestik juga sekitar 60-an persen," tuturnya Rabu (31/7/2019).
Berdasarkan kalkulasi SKK Migas, peningkatan konsumsi rata-rata sebesar 8 persen sejak 2003 - 2017 dan pada 2018 kebutuhan domestik tercatat 59.4 persen dibandingkan dengan ekspor.
Hingga 2027, setidaknya ada sederet proyek gas bumi yang akan beroperasi seperti Merakes, Tangguh Train 3, Gendaro - Gehem, hingga Lapangan Abadi.
Serapan gas domestik terus bertumbuh dibandingkan dengan ekspor sejak 2013. Saat itu, konsumsi domestik tercatat 3.774 BBTUD, sementara ekspor sebesar 3.402 BBTUD.
Baca Juga
Pada kesempatan yang sama, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko PT Pertamina (Persero) Heru Setiawan mengatakan pertumbuhan permintaan pada 2035 diproyeksi lebih tinggi dengan melihat permintaan dari PLN ataupun sektor industri. Menurutnya, tambahan pasokan produksi dari Jambaran-Tiung Biru, Tangguh Train 3 dan Sakakemang tetap tidak mencukupi permintaan pada saat itu.
"2035 itu permintaanya tumbuh lebih tinggi lagi. Ada proyek industri, ada PLN. Kami melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal tinggi. 5 persen itu harus didukung dengan energi, aritnya pertumbuhan energi harus lebih dari itu," katanya.
Pihaknya memproyeksi pada 2035 pasokan gas bumi tinggal menyisakan 3.000 MMscfd, sementara kebutuhan sekitar 5.000 MMscfd. Dengan begitu, perkiraan defisit sekitar 1.000 MMscfd - 2.000 MMscfd.