Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan mengungkapkan bahwa ancaman pengenaan bea masuk imbalan sementara (BMIS) dan bea masuk antisubsidi (BMAS) atas produk biodiesel yang diekspor ke Uni Eropa (UE) didasari oleh sembilan tuduhan.
Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Pradnyawati mengatakan jumlah tudingan itu sebenarnya telah berkurang satu poin sejak petisi penyelidikan praktik subsidi biodiesel RI dibuat pada 19 Oktober 2018.
Kesembilan poin tuduhan itu:
1. Subsidi produksi biodiesel yang berasal dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS),
2. Pembatasan ekspor produk mentah,
3. Insentif pajak untuk perusahaan,
Baca Juga
4. Pembiayaan ekspor oleh bank ekspor-impor milik negara (Exim Bank),
5. Insentif untuk kawasan industri,
6. Insentif untuk industri pionir,
7. Insentif untuk impor produk bahan baku penolong dan barang modal pembuatan biodiesel,
8. Insentif pengurangan pajak pertambahan nilai untuk industri biodiesel, dan
9. Subsidi pemerintah kepada produsen CPO untuk biodiesel.
“Dari kesembilan tudingan itu, hampir semuanya kita bisa buktikan bahwa tudingan itu tidak benar. Terutama untuk poin terakhir mengenai subsidi khusus pemerintah bagi produsen CPO untuk bahan baku biodiesel. Sebab pemerintah malah butuh pendapatan dari CPO, bukan malah mensubsidi,” jelas Pradnyawati di kantor Kemendag, Jumat (26/7/2019).
Dia menambahkan, guna memberikan bantahan atas tudingan subsidi biodiesel oleh UE tersebut, pemerintah dan pelaku usaha biodiesel RI harus mengumpulkan bukti-bukti dan data yang sangat lengkap.
Pasalnya, apabila terdapat satu data atau bukti yang tidak dilengkapi oleh Indonesia, maka akan membuka peluang UE menerapkan ketentuan best information available (BIA) yang diperbolehkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Apabila skema BIA diterapkan maka, UE berhak mengambil data dan bukti sebagai acuan pemberlakuan sanksi dari perusahaan pemohon BMAS.
Sebagaimana diberitakan Bisnis.com sebelumnya, biodiesel asal Indonesia bakal diganjar bea masuk antisubsidi sebesar 8%—18% oleh Uni Eropa (UE). Kebijakan itu akan berlaku secara provisional (sementara) per 6 September 2019, dan ditetapkan secara definitif per 4 Januari 2020 dengan masa berlaku selama 5 tahun.
Adapun, bea masuk tersebut akan diberlakukan untuk biodiesel produksi Ciliandra Perkasa sebesar 8%, Wilmar Group 15,7%, Musim Mas Group 16,3%, dan Permata Group sebesar 18%. Sementara itu, impor biodiesel dari perusahaan lain asal Indonesia dikenai tarif impor sebesar 18%.