Bisnis.com, JAKARTA— Perwakilan Uni Eropa di Indonesia angkat bicara soal keputusan Komisi Eropa untuk mengganjar biodiesel RI dengan bea masuk antisubsidi (BMAS), guna memproteksi pasar domestik bahan bakar nabati Benua Biru.
Kepala Bidang Politik, Media dan Informasi Kedutaan Besar Uni Eropa (UE) Rafael De Bustamante Tello mengatakan, kebijakan pengenaan BMAS terhadap biodiesel Indonesia bermula dari inisiasi penyelidikan yang dilakukan sejak 6 Desember 2018.
Komisi Eropa, menurutnya, menemukan adanya subsidi biodiesel yang diimpor dari Indonesia. Hal itu dinilai menciptakan kerugian bagi industri biodiesel domestik di UE.
Untuk itu, lanjutnya, Komisi Eropa mengusulkan besaran BMAS yang diberikan kepada biodiesel asal RI sebesar 8%—18%.
Pengumuman rencana pemberian dan besaran bea masuk itu telah dikirimkan kepada pihak terkait termasuk pemerintah dan perusahaan biodiesel Indonesia pada 24 Juli 2019.
Dia melanjutkan, perusahaan dan Pemerintah Indonesia diberikan waktu 3 hari untuk menyampaikan tanggapan terkait dengan usulan perhitungan besaran bea masuk tersebut.
Baca Juga
“Impor biodiesel mengalami kenaikan kembali setelah kami mencabut kebijakan bea masuk antidumping (BMAD) sejak Maret 2018 [setelah Indonesia menang gugatan melawan UE di WTO], sehingga melukai industri domestik UE,” ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (25/7/2019).
Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Oke Nurwan mengatakan, Pemerintah Indonesia telah menyampaikan protes keras kepada UE dalam beberapa kesempatan.
Protes tersebut, lanjutnya, telah diajukan sejak isu akan adanya penyelidikan Indonesia telah mengambil langkah pendekatan melalui konsultasi pra-penyelidikan dengan UE Case Team.
“Tuduhan subsidi dari UE sangat merugikan bagi Indonesia. Namun, kami tetap berupaya memberikan pembelaan dan melakukan langkah pendekatan melalui jalur diplomasi. Indonesia tidak akan tinggal diam terhadap upaya yang secara tendensius bertujuan menghambat ekspor Biodiesel Indonesia ke EU,” ungkapnya kepada Bisnis.com.
Dia melanjutkan, dengan dikeluarkannya proposal pengenaan BMAS dengan rentang 8% —18%, Indonesia akan menyampaikan respon resmi yang menyatakan keberatan.
Keberatan tersebut akan difokuskan pada metode perhitungan besaran bea masuk yang diduga dilakukan dengan tidak memperhatikan fakta yang diperoleh selama penyelidikan, namun menggunakan data yang dimiliki oleh pemohon atau industri di UE yang jelas merugikan Indonesia.
Sementara itu, Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Pradnyawati mengatakan, apabila pembelaan Indonesia tidak diterima oleh UE, maka perusahaan RI akan mengajukan banding ke UE General Court dan pemerintah dapat maju melalui Dispute Settlement Body WTO.
Sebagaimana diberitakan Bisnis.com sebelumnya, biodiesel asal Indonesia diganjar bea masuk antisubsidi (BMAS) sebesar 8%—18% oleh Uni Eropa (UE). Kebijakan itu akan berlaku secara provisional (sementara) per 6 September 2019, dan ditetapkan secara definitif per 4 Januari 2020 dengan masa berlaku selama 5 tahun.
Adapun, bea masuk tersebut akan diberlakukan untuk biodiesel produksi Ciliandra Perkasa sebesar 8%, Wilmar Group 15,7%, Musim Mas Group 16,3%, dan Permata Group sebesar 18%. Sementara itu, impor biodiesel dari perusahaan lain asal Indonesia dikenai tarif impor sebesar 18%.
Kronologi Penerapan Bea Masuk Antisubsidi (BMAS) terhadap Biodiesel RI oleh UE:
Fase Inisiasi :
6 Desember 2018 : Memulai inisiasi penyelidikan subsidi terhadap biodiesel Indonesia
13 Maret—8 Agustus 2019 : Rentang verifikasi penyelidikan
Fase Provisional:
N/A : Finalisasi investigasi oleh Komisi Eropa
6 September 2019 : Pengenaan bea masuk sementara untuk biodiesel asal Indonesia
Fase Definitif:
4 November 2019 : Masukan/tanggapan atas keputusan Komisi Eropa
4 Januari 2019 : Jika tidak ada perubahan keputusan berdasarkan masukan, tarif impor untuk biodiesel asal Indonesia akan diberlakukan tetap selama 5 tahun
Sumber: Komisi Eropa, 2019