Bisnis.com, JAKARTA – Ketergantungan pada produk impor di sektor pertahanan semakin berkurang dengan memanfaatkan produk industri dalam negeri.
Jan Pieter Ate, Ketua Harian Persatuan Industri Pertahanan Swasta Nasional (Pinhantanas), mengatakan beberapa produk pertahanan yang sudah diproduksi di dalam negeri antara lain senjata kendaraan tempur, rompi anti peluru, kapal patrol, pesawat, dan drone.
Menurutnya, penguasaan teknologi menjadi tantangan bagi industri pertahanan nasional agar mampu bersaing dengan produk dari negara lain. Dia mengatakan teknologi di sektor militer saat ini sudah sangat canggih dan misi militer sangat berisiko apabila peralatan yang digunakan tidak memiliki spesifikasi sesuai standar dan kebutuhan.
Oleh karena itu, apabila produk dalam negeri belum mampu memenuhi spesifikasi teknologi, maka sektor militer sebagai pengguna akan melihat produk luar negeri sebagai pilihan.
“Engineer yang capable untuk high technology di dalam negeri masih terbatas, research and development (R&D) scope-nya juga masih kecil untuk bisa menjangkau kebutuhan teknologi yang utuh. Apalagi untuk R&D ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit,” ujarnya baru-baru ini.
Menurutnya, tidak ada pilihan lain bagi Indonesia untuk bisa menjadi negara besar selain dengan mengembangkan teknologi di bidang militer. Oleh karena itu, dia pun berharap pemerintah fokus membangun industri pertahanan dalam negeri.
Jan Pieter juga menuturkan semestinya pemerintah fokus dalam mengarahkan industri pertahanan nasional ke teknologi yang affordable atau lebih terjangkau dan lebih cepat dikuasai industri dalam negeri. “Kami sangat menunggu kebijakan presiden 5 tahun mendatang di industri pertahanan seperti apa,” katanya.
Adapun di kawasan Asia Tenggara, Singapura menjadi negara yang memiliki industri pertahanan yang maju. Kendati merupakan negara kecil, Singapura telah mampu mengekspor komponen-komponen alutsista canggih seperti radar dan senjata-senjata dengan teknologi mutakhir. Jan Pieter mengatakan nilai produk-produk canggih tersebut lebih besar dibandingkan kapal dan pesawat militer.
Kendati demikian, saat ini industri pertahanan di Indonesia telah berkembang dibandingkan masa lalu yang ditandai oleh kemunculan industri pertahanan swasta selain badan usaha milik negara (BUMN), terutama pasca penerbitaan UU Nomor 16/2012 tentang Industri Pertahanan.
Pinhantanas sendiri merupakan asosiasi yang berdiri pada 21 Maret 2017. Menurut Jan Pieter, hingga kini terdapat sebanyak 80—90 perusahaan di sektor industri pertahanan yang terdaftar dengan kategori kecil dan menengah.
Untuk menjadi anggota asosiasi ini, perusahaan harus memiliki fasilitas penelitian dan pengembangan agar para anggota benar-benar memiliki kemampuan merancang, membuat, memproduksi, hingga mengembangkan produk.