Bisnis.com, JAKARTA — Kabar anak usaha Duniatex, Delta Dunia Sandang Tekstil yang mengalami gagal bayar utang atas kredit sindikasinya, sontak memicu pertanyaan mengenai apakah kondisi negatif sedang melanda industri tekstil Indonesia secara keseluruhan.
Maklum, kabar itu muncul hampir bersamaan dengan meningkatnya keluhan sejumlah pelaku tekstil dalam negeri yang mengaku terus tergempur oleh impor produk jadi.
Pada saat yang bersamaan, kondisi perdagangan global sedang lesu lantaran perang dagang AS dan China, sehingga dikhawatirkan mengganggu kinerja ekspor sektor tersebut.
Namun, persepsi negatifnya kinerja sektor tekstil itu rupanya ditampik oleh Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat.
Dia mengatakan industri tekstil Indonesia masih berada pada kondisi yang baik dan memiliki prospek ekspor yang menjanjikan tahun ini.
Terlebih, menurutnya, sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) masih menjadi sektor eskpor unggulan bagi pemerintah Indonesia.
Dia pun mengakui iklim usaha sektor tekstil saat ini belum sempurna, di mana salah satunya tercermin dari impor untuk konsumsi TPT domestik yang masih berlebihan meskipun barang tersebut sudah di produksi di Tanah Air.
Untuk itu, dia mendukung adanya revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.64/2017 tentang ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil.
Akan tetapi, revisi itu hanya diperlukan dalam hal pengetatan ketentuan kepada para importir pemegang angka pengenal importir umum (API-U). Pasalnya selama ini ketentuan impor yang diberikan kepada API-U terlalu longgar sehingga memicu lonjakan impor produk jadi melalui pusat logistik berikat (PLB).
Kendati demikian, dia meyakini kinerja ekspor TPT Indonesia masih berada di jalur yang tepat dan prospektif. Nilai ekspor TPT ditargetkan tumbuh ke angka US$14,6 miliar pada tahun ini dari US$13,9 miliar pada 2018.
Menurutnya, meskipun target pertumbuhan tersebut cenderung moderat, namun banyak kesempatan yang dapat dicapai, terutama ekspor menuju ke AS yang kini sedang dilanda perang dagang dengan China.
“Kami baru saja melakukan pembicaraan dengan importir tekstil di AS pada pekan ini. Respon importir AS sangat bagus, dan kami diminta bersiap untuk mengisi ceruk pasar di negara ini. Terlebih AS masih berkonflik dagang dengan China saat ini,” katanya kepada Bisnis.com, Selasa (23/7/2019).
Dia pun meyakini, dengan adanya bantuan percepatan perjanjian dagang bilateral yang dijalin Indonesia, prospek pertumbuhan nilai ekspor TPT dapat terus meningkat.
Terutama, dengan adanya kerja sama ekonomi komprehensif bilateral Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) dan Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) yang saat ini sedang dalam tahap finalisasi.
Berkaca dari kodisi nyata industri TPT tersebut, dia meminta seluruh pihak cermat dalam menilai kasus ini sebagai sesuatu yang menggambarkan karakter sebuah individu perusahaan dan bukan merupakan potret industri TPT.
“Selain itu, berkaca pada kejadian yang melanda salah satu perusahaan tekstil besar di Indonesia, kami mengimbau agar seluruh perusahaan tekstil terbuka (public listed) atau tidak terbuka (private) untuk menerapkan sistem good corporate governance (GCG) yang baik,” ujarnya.
Pasalnya, dia menilai kasus yang menimpa anak usaha Duniatex yakni Delta Dunia Sandang Tekstil tersebut, memiliki sejumlah anomali yang perlu dicermati, seperti rating S&P yang berubah dari BB- ke CCC- dalam waktu 4 bulan saja.
Senada Wakil Direktur Utama PT. Sri Rejeki Isman Tbk. Iwan Kurniawan Lukminto, mengamini pernyataan Ade. Menurutnya, kondisi industri pertekstilan saat ini berada pada jalur yang tepat dan akan terus berkembang.
“Secara umum penjualan dan ekspor kami masih terus meningkat, terutama menuju AS,” jelasnya.
Wakil Direktur Utama PT Pan Brothers Tbk. Anne Patricia Sutanto pun meyakini kinerja ekspor dan industri korporasinya masih tumbuh sangat signifikan.
Dia mengatakan korporasinya menargetkan pertumbuhan ekspor hingga 15% secara tahunan pada 2019. Selain itu, dia juga mengakui, dengan adanya perang dagang antara AS dan China, perusahaan berkode emiten PBRX tersebut mendapatkan kenaikan permintaan baik dari pelanggan baru maupun lama, terutama dari Paman Sam.
“Kami bahkan berprinsip semua negara yang tidak memiliki sanksi dagang, adalah negara tujuan ekspor kami. Kini fokus kami ada pada peningkatan kapasitas produksi secara tepat dan terarah,” ujarnya.