Bisnis.com, JAKARTA - Melalui pembahasan tentang transaksi lintas batas negara e-commerce yang sedang dibahas bersama oleh pemerintah, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal bekerja sama dengan e-commerce dalam rangka mencegah praktek undervaluation dan splitting.
Kerja sama antara DJBC dan e-commerce yang dimaksud adalah integrasi data transaksi antara e-commerce dengan sistem milik DJBC.
Hal ini dilakukan agar harga yang tertera dalam pembayaran bea bisa sesuai dengan nilai transaksi.
"Kita kasih opsi bagi mereka yang mau bergabung tentu kita kasih privilege, clearance, dan verifikasi yang lebih simpel karena kita sudah dapat akses data," kata Dirjen DJBC Kemenkeu Heru Pambudi, Rabu (17/7/2019).
Heru menceritakan bahwa sebelum diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 210/2018 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-commerce) pihaknya sudah pernah membahas terkai insentif dan disinsentif bagi e-commerce yang mau berbagi data dengan DJBC.
"Saya melihat hampir semua pemain e-commerce mau membuka data karena mereka tidak ada kepentingan atas transaksi," katanya.
Menurut Heru, e-commerce tidak memiliki kepentingan atas nilai transaksi sehingga mereka cenderung kooperatif atas rencanan pemerintah.
Terkait dengan splitting, Heru mengatakan pihaknya sudah memiliki sistem anti-splitting untuk mencegah praktek splitting.
Sistem anti-splitting bakal diperkuat dan akan ada pemblokiran apabila masih ada praktik-praktik splitting.
Seperti diketahui, praktik splitting dan undervaluation marak dilakukan dalam pengiriman barang e-commerce.
Praktik tersebut dilakukan dalam rangka mengakali batas pembebasan bea masuk dan pajak impor (de minimis value) yang sebelumnya sebesar US$100 dan diturunkan menjadi US$75.