Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Juni 2019 Makin Loyo, Apa Kata Pengusaha?

Kinerja ekspor Indonesia pada Juni 2019 mengalami penurunan secara tahunan, melanjutkan tren pelemahan kinerja ekspor Tanah Air pada tahun ini. 
Ilustrasi - Kapal MV Navios Verde/Bisnis-Andrew Mackinnon-marinetraffic.com
Ilustrasi - Kapal MV Navios Verde/Bisnis-Andrew Mackinnon-marinetraffic.com

Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja ekspor Indonesia pada Juni 2019 mengalami penurunan secara tahunan, melanjutkan tren pelemahan kinerja ekspor Tanah Air pada tahun ini. 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, ekspor Juni 2019 mencapai US$11,78 miliar atau turun 8,98% secara year on year (yoy).

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, penurunan ekspor tersebut salah satunya disebabkan oleh turunnya harga sejumlah komoditas ekspor utama Indonesia.

"Harga batu bara, kelapa sawit, minyak kernel, seng dan tembaga kompak mengalami penurunan, sehingga berpengaruh ke nilai ekspor kita," katanya, Senin (15/7/2019).

Ekspor migas RI pada Juni terekam turun 54,69% secara yoy. Sementara itu untuk ekspor sektor pertanian naik 4,77% secara yoy dan industri pengolahan naik 5,41% secara yoy. Adapun untuk industri pertambangan turun 28,92 secara yoy.

Sementara itu, nilai ekspor Indonesia Juni 2019 mencapai US$11,78 miliar atau menurun 20,54% dibandingkan dengan ekspor Mei 2019.

Secara umum, neraca perdagangan Indonesia pada Juni kembali menorehkan surplus senilai US$196 juta, turun tipis dari bulan sebelumnya senilai US$210 juta.

Surplus tersebut sesuai dengan ekspeketasi para pelaku usaha di Tanah Air, meski mereka menilai kinerja perdagangan Indonesia secara umum masih belum membaik. 

Ketua Bidang Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Handito Joewono mengatakan, kinerja ekspor RI akan mengalami penurunan pada Juni dibandingkan dengan Mei 2019. Hal itu, menurutnya, disebabkan oleh adanya periode libur panjang Lebaran yang jatuh pada bulan lalu.

“Ekspor juga tertekan karena impor kita mengalami penurunan, terutama untuk bahan baku penolong, yang biasanya digunakan untuk produk yang diekspor kembali,” katanya kepada Bisnis.com.

Hal serupa, menurutnya, juga akan terjadi pada impor. Namun, sambungnya, penurunan impor akan lebih dalam dibandingkan dengan ekspor, sehingga surplus neraca perdagangan akan terjadi pada Juni.

Dia mengatakan, penurunan impor, terutama nonmigas selain disebabkan oleh periode libur Lebaran, juga disebabkan oleh pengusaha yang masih cenderung melihat dan menunggu (wait and see). 

Pasalnya, kondisi perekonomian global masih belum menunjukkan perbaikan, sehingga perusahaan belum terlalu berani untuk berekspansi secara maksimal.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani juga memproyeksikan kinerja ekspor dan impor pada Juni akan mengalami penurunan dibandingkan dengan Mei. 

“Kondisi ini mengkhawatirkan, sebab artinya perdagangan kita keseluruhan turun baik dari sisi demand produk kita di luar negeri, atau pun sektor manufaktur kita,” ujarnya.   

Dia melanjutkan, impor yang turun pun paling besar akan kembali terjadi pada produk bahan baku dan bahan penolong. Hal tersebut menurutnya, harus menjadi pengingat bagi Indonesia karena ada potensi berlanjutnya pelambatan perdagangan global.

Untuk itu, dia berharap pemerintah perlu mengambil langkah untuk mendorong dunia usaha agar kembali bergeliat. Salah satunya menurutnyadapat dilakukan dengan menurunkan suku bunga acuan Bank Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper