Bisnis.com, JAKARTA - Konflik tenurial yang masih terjadi antara pemegang konsesi kehutanan dan perkebunan dinilai masih menjadi pemicu kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau.
Bambang Hero Saharjo, Guru Besar Bidang Perlindungan Hutan Institut Pertanian Bogor (IPB) menyampaikan, salah satu penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan adalah konflik tenurial antara korporasi dan masyarakat.
"Konflik tenurial menjadi salah satu pemantik terjadi kebakaran [hutan dan lahan]," katanya kepada Bisnis, Selasa (2/7).
Menurutnya, hal itu terjadi karena masyarakat merasa bahwa lahan konsesi sebuah korporasi merupakan lahan milik mereka yang sudah mereka kelola secara turun temurun.
Contohnya saja, lahan konsesi Hutan Tanaman Industri milik PT RRL di Riau, pada Januari-Februari 2019 terjadi kebakaran pada areal kerja korporasi kehutanan. Kelompok Advokasi Riau (KAR) menemukan fakta terdapat 58 titik panas pada wilayah PT RRL.
Hero berpendapat, untuk menyelesaikan konflik tenurial di lahan konsesi, pemerintah perlu melakukan peninjauan ulang izin lahan yang memiliki konflik untuk menuntaskan akar masalahnya.
"Diharapkan dengan hadirnya pemerintah maka tercipta kepastian status lahan tersebut," katanya.
Senada, Inda Fatinaware, Direktur Ekskutif Sawit Watch menilai bahwa kebakaran hutan dan lahan di Riau tidak hanya disebabkan oleh korporasi, mengingat beberapa konsesi yang terindikasi memiliki titik panas tidak sepenuhnya beroperasi dan sebagian lahan mereka berkonflik dengan masyarakat.
“Titik api atau terjadinya kebakaran hutan dan lahan tidak berdiri sendiri, tapi selalu ada pemicunya, salah satunya adalah konflik tenurial," ujarnya.
Menurutnya, jika ingin menyelesaikan masalah kebakaran hutan dan lahan, para stakeholder terkait harus lebih dulu menyelesaikan konflik tenurial yang terjadi antara pemilik konsesi dan masyarakat.
Berdasarkan Kajian Yayasan Madani Berkelanjutan bersama Kelompok Advokasi Riau (KAR) di wilayah Riau pada periode Januari-Maret 2019 ditemukan ada 737 titik panas atau hotspot di Provinsi Riau, dimana 316 titik diantaranya berada di lahan konsesi hutan tanaman industri [HTI] dan perkebunan sawit.
Adapun, dari 737 titik panas tersebut, 705 titik panas atau sekitar 96% berada di wilayah prioritas restorasi gambut. Diperkirakan pada periode tersebut areal hutan dan lahan konsesi yang terbakar di Provinsi Riau seluas 5.400 hektare.
Kajian ini dilakukan dengan melakukan analisis hotspot di Provinsi Riau menggunakan data dengan tingkat kepercayaan tinggi (≥ 80%) dan investigasi lapangan untuk menelisik kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada periode Januari-Maret 2019.