Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembebasan PPN Perkebunan Masih Tersendat

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sampai saat ini masih mencari jalan untuk memfasilitasi permintaan pelaku usaha perkebunan mengenai pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) 10% pada komoditas tersebut.
Petani memanen kopi arabika di Desa Mekarmanik, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (20/6/2019)./ANTARA-Raisan Al Farisi
Petani memanen kopi arabika di Desa Mekarmanik, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (20/6/2019)./ANTARA-Raisan Al Farisi

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sampai saat ini masih mencari jalan untuk memfasilitasi permintaan pelaku usaha perkebunan mengenai pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) 10% pada komoditas tersebut.

Staf Ahli Kementerian Keuangan Suryo Utomo dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada Selasa (2/7/2019) mengemukakan bahwa pihaknya tengah menjajaki kemungkinan melakukan perubahan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Aturan ini sendiri memuat perubahan sebagaimana diamanatkan dalam Keputusan Mahkamah Agung Nomor 70P/HUM/2013 yang menganulir PP Nomor 31/2007 yang mengatur barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN.

Sejak putusan itu dikeluarkan, terjadi perubahan daftar barang kena pajak (BKP) yang sebelumnya bebas PPN menjadi kena PPN, begitu pun sebaliknya, terutama di sub sektor perkebunan.

Implikasi dari pemberlakuan regulasi perubahan ini berdampak pada barang pertanian berupa buah-buahan dan sayur-sayuran, beras, gabah, jagung, sagu dan kedelai yang masuk daftar barang tidak kena pajak.

Sementara itu, barang hasil pertanian yang mencakup produk perkebunan, tanaman hias dan obat, tanaman pangan, dan hasil hutan yang semula dibebaskan dari pajak, kini menjadi objek yang dikenai PPN.

"Dengan adanya putusan ini banyak pihak yang mengusulkan barang-barang tadi diberi fasilitas, seperti usul dari asosiasi industri kakao yang meminta barang tersebut diberi kebebasan kembali. Jika merujuk pada Undang-Undang, barang hasil pertanian adalah tetap barang kena pajak dapat diberikan fasilitas hanya melalui Peraturan Pemerintah," papar Suryo.

Dia menambahkan, untuk menanggapi usulan tersebut, pihaknya merespons dengan mencoba memformulasi kembali apakah bisa kita lakukan lewat perubahan PP Nomor 81 Tahun 2015, dengan mengecualikan sawit di dalamnya. Jadi semua barang hasil pertanian kecuali sawit dibebaskan.

Selain kajian soal perubahan PP Nomor 81 Tahun 2015, Suryo menjelaskan bahwa pihaknya kini tengah mempersiapkan alternatif lain jika memungkinkan melalui kerangka Undang-Undang PPN.

"Jadi nanti tetap sebagai barang kena pajak, tapi diberi kemudahan dan kesederhanaan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya. RPP [Rancangan Peraturan Pemerintah] di bawah Kemenko Perekonomian," kata Suryo.

Kehadiran regulasi yang diharapkan dapat mewujudkan pembebasan pajak bagi hasil pertanian, khususnya perkebunan sejatinya telah dinanti oleh pelaku usaha sejak lama.

Dalam surat yang disampaikan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani pada penghujung Mei lalu, pelaku usaha menyarankan Sri Mulyani untuk menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur pembebasan PPN 10% komoditas perkebunan lantaran pembahasan regulasi baru dalam PP dipastikan tak rampung dalam waktu cepat.

Di lain pihak, Ketua Umum Dewan Karet Indonesia Azis Pane menilai pembahasan soal pembebasan PPN 10% ini terlalu berlarut-larut dan menyita waktu.

"Sejak rapat dengan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian kami kira sebulan bisa jadi, ternyata sampai sekarang tidak terlihat hasilnya," kata Azis kepada Bisnis.

Ia menjelaskan bahwa pemberlakuan PPN ini sangat mempengaruhi kinerja sektor pertanian. Ia mengungkapkan pihak yang paling diberatkan adalah para petani.

"Kalau PPN itu tidak ada artinya petani mendapatkan 10%. Ini sangat mempengaruhi petani yang tertekan di tengah perang dagang. Tolong pemerintah mencabutnya agar mereka bergairah lagi," sambungnya.

Harapan agar regulasi yang mewadahi pembebasan PPN bagi komoditas perkebunan pun diutarakan oleh Kementerian Pertanian. Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dedi Junaedi menjelaskan bahwa pihaknya telah berkirim surat dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mengenai usulan ini. Pembahasan bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pun telah dilaksanakan sebanyak dua kali.

"Karena ada juga usulan dari sektor lain, mudah-mudahan segera terbit regulasinya," kata Dedi saat dihubungi.

Adapun komoditas perkebunan yang diusulkan untuk dibebaskan dari PPN disebut Dedi mencakup produk perkebunan primer yang belum diolah, si antaranya biji kopi, biji kakao, kelapa bulat, biji pala.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper