Bisnis.com, JAKARTA — Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan mengajukan usulan penempatan dana baru kepada Kementerian Keuangan sebesar Rp2,5 triliun.
Dana baru tersebut akan digunakan untuk memenuhi pemberian dana bergulir sebagai modal bagi pelaku industri kehutanan ataupun masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan, di antaranya untuk penerapan sistem agroforestri, tunda tebang tanaman kehutanan, pembuatan tanaman kehutanan, pembiayaan tanaman kehutanan, dan pengembangan komoditas nonkehutanan.
Kepala Pusat Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (BLU P2H) Agus Isnantio Rahmadi mengatakan bahwa usulan dana baru tersebut berasal dari dana reboisasi yang terhimpun di Kementerian Keuangan.
“Kami sedang mengusulkan penempatan dana baru dari dana reboisasi yang ada di Kementerian Keuangan tahun ini sekitar Rp2,5 triliun,” katanya kepada Bisnis, Senin (1/7).
Agus menjelaskan, sejak berdiri pada 2008 saldo awal dana pokok BLU P2H yang diterima oleh rekening pembangunan hutan (RPH) sebesar Rp2,01 triliun.
Namun, hingga Mei 2019, BLU P2H telah melakukan perikatan perjanjian pembiayaan dana bergulir secara nota riil sebesar Rp2,05 triliun.
Artinya, BLU P2H masih memiliki kekurangan dana penyaluran sebesar Rp38,61 miliar.
“Komitmen penyaluran fasilitas dana bergulir kami telah melampaui dana pokok yang dimiliki. Oleh karena itu, kami mengusulkan penempatan dana baru, [guna memenuhi komitmen penyaluran],” lanjutnya.
Menurut data BLU P2H hingga Mei 2019, tercatat dana yang sudah disalurkan secara bertahap kepada debitur sebesar Rp912,93 miliar dengan perincian penyaluran untuk skema pinjaman sebesar Rp849,64 miliar yang terdiri atas jenis usaha hutan rakyat sebesar Rp571,57 miliar, off farm Rp132,25 miliar, hutan tanaman industri sebesar Rp114,83 miliar, hutan tanaman rakyat Rp14,64 miliar, hutan kemasyarakatan Rp8,37 miliar, hutan desa Rp7,37 miliar, dan hasil hutan bukan kayu Rp685,92 juta.
Pertama, skema pinjaman BLU P2H diberikan kepada badan usaha dengan maksimal suku bunga 10% per tahun, masyarakat dengan maksimal suku bunga 8% per tahun, dan lembaga perantara dengan maksimal suku bunga 50% dari BI Rate sebesar 4% per tahun.
Kedua, penyaluran dana bergulir dengan skema bagi hasil sebesar Rp63,29 miliar yang terdiri atas skema hutan kemasyarakatan Rp1,06 miliar, hutan rakyat Rp36,13 miliar, hutan tanaman rakyat Rp21,18 miliar, dan izin pemanfaatan hutan perhutanan sosial (IPHPS) Rp4,90 miliar.
Pada skema bagi hasil, BLU P2H mendapatkan bagian paling rendah 35% dari pendapatan bruto bagi hasil si debitur.
“[Pembiayaan] kami masih didominasi hutan rakyat karena itu yang paling siap,” ungkapnya.
Agus menjelaskan, sistem penyaluran dana bergulir BLU P2H dilakukan secara bertahap sesuai dengan kinerja debitur. “Bertahap, kalau kinerjanya bagus disalurkan, kalau tidak ya [tidak disalurkan],” tuturnya.
Adapun, selama 5 tahun ke depan, dengan usulan penempatan dana baru sebesar Rp2,5 triliun.
Pihaknya menargetkan dengan adanya tambahan dana tersebut penyaluran dana bergulir kepada debitur dapat diberikan sebesar Rp500 miliar per tahun hingga 2024.