Bisnis.com, JAKARTA – Rencana pemindahan ibu kota negara pemerintah dikhawatirkan akan membebani APBN.
Ekonom Indef CORE Indonesia mengatakan total biaya yang disampaikan Bappenas sebesar Rp466 triliun itu belum memasukkan pembengkakan yang terjadi akibat spekulasi lahan.
"Biaya pembebasan lahan mahal karena ulah spekulan tanah. Tidak semua tanah akan disediakan oleh tanah negara, karena skala kebutuhan yang cukup besar, kontur tanah, dan sebagainya," ujar Bhima.
Sementara itu, biaya lain juga bisa muncul misalnya force majeur karena faktor krisis harus dimasukkan dalam budget.
Dia mencontohkan kasus Putrajaya Malaysia saat dibangun ibu kota sempat bengkak dananya karena krisis finansial 1998.
"Konsekuensi dari mahalnya biaya itu akan menambah defisit APBN dan utang pemerintah jadi untuk saat ini tidak layak secara ekonomi," kata Bhima.
Terkait dengan isu inflasi, dia menilai pemindahan inflasi karena arus urbanisasi ke tempat baru menaikkan harga kebetuhan pokok. "Ini bisa menekan daya beli masyarakat sekitar ibu kota yang baru.".
Tidak hanya itu, dia khawatir ketimpangan di ibu kota baru makin melebar akibat imbas pendatang yang lebih mampu secara ekonomi dengan penduduk lokal yang miskin.
"Kalau mau pindah ibu kota perlu dipikirkan nasib warga lokal jangan hanya jadi penonton. Ketimpangan yang tinggi bisa ciptakan kriminalitasm bahkan leih buruk dari Jakarta," ujar Bhima.