Bisnis.com, JAKARTA – Insentif pajak untuk mendorong sektor properti yang baru-baru ini dikeluarkan pemerintah dinilai pengembang belum bisa ikut mendorong pasar terutama yang berfokus pada perumahan subsidi untuk kelas menengah ke bawah.
Ketua umum Himpunan Pengembang Perumahan dan Permukiman Rakyat (Himperra) Endang Kawidjaja mengatakan bahwa insetif pajak yang diberikan memang sudah dinanti-nantikan. Pengaruhnya akan besar pada pasar properti untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) jika kuota subsidi ditambah.
“Kalau pajak turun pasti jadi stimulan untukkita para pengembang, tapi kalau subsidi ya sudah kurang juga sih kuotanya, jadi PHP [pemberi harapan palsu] kali ya, jadi kurang berasa juga efeknya,” katanya kepada Bisnis, Senin (24/6/2019).
Untuk mengantisipasi realisasi tambahan kuota rumah subsidi, Endang menyebutkan, sejumlah himpunan pengembang perumahan rakyat sudah mengajukan untuk ditambah lagi setidaknya 30.000 unit untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Adapun, kata Endang, adanya pelonggaran pajak-pajak itu sebenarnya bisa menjadi kompor untuk semakin semangat melakukan pembangunan karena bisa berdampak peningkatan permintaan, dan pasti akan disambut dengan banyaknya pengembangan.
“Dengan penurunan pajak kan kita bisa menurunkan harga, berarti meningkatkan keterjangkauan, range-nya yang bisa dijual juga jadi lebih banyak, sehingga bisa meningkatkan omzet, itu buat pengembang rantai efeknya seperti tadi,” jelasnya.
Endang menambahkan, insentif itu juga bisa digunakan pengembang untuk ekspansi ke sektor-sektor lainnya, karena bisa jadi lebih aktif.
“Kita sih ada rencana ke arah yang lebih mahal, tapi yang kita harapkan ya enggak jauh dari subsidi kita di harga Rp400 jutaan. Kita pernah main di [sektor] situ, tapi karena fokus disubsidi jadi kita tinggalkan, sekarang kita bisa balik lagi. Kalau buat yang miliaran belum deh,” katanya.