Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat Kereta Api Indonesia (Maska) menilai investasi pembangunan jalan rel dan sarana perkeretaapian perlu insentif lain dengan pengadaan properti yang dapat menutupi ongkos pembangunan rel.
Ketua Umum Maska Hermanto Dwiyatmoko menyarankan perlu ada insentif lain bagi swasta yang terlibat dalam pembangunan rel kereta api. Insentif tersebut dapat berupa pajak maupun pembangunan bisnis lain.
"Menurut saya perlu ada insentif lain, misalnya pajak, ada bisnis lain yg terkait. Contoh di Jepang, beberapa Department Store punya jalur kereta api sehingga bisa subsidi silang," katanya kepada Bisnis, Selasa (18/6/2019).
Pasalnya, menurutnya, investasi hanya dari hasil aktivitas transportasi seperti jumlah penumpang tidak layak secara finansial. Dia merujuk pada angkutan perkotaan berbasis rel seperti MRT, LRT, dan KCI dibangun dengan investasi dari pemerintah atau pemerintah daerah (pemda), sedangkan swasta belum sanggup membuat investasi yang dinilai tidak layak tersebut.
Hermanto menuturkan, perlu dihitung benar kelayakannya, pendapatan dari bisnis non-KA, misalnya mal dan transit oreiented development (TOD) dapat menyubsidi biaya operasional kereta api.
"Investasi pembangunan jalan rel dan pengadaan sarana memerlukan anggaran yang cukup besar. Di samping itu pengembaliannya juga lama, karena kita tidak dapat menetapkan tarif yang tinggi, sehingga di manapun pembangunan perkeretaapian untuk angkutan penumpang baik perkotaan maupun antarkota selalu tidak layak secara finansial artinya pendapatan tidak dapat menutupi biaya pembangunan dan operasional," paparnya.
Dengan demikian, praktik yang terjadi biasanya jalan rel dibangun pemerintah dan operasinya bisa dilelangkan kepada operator BUMN, BUMD atau swasta.
Direktur Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Zulfikri menuturkan, ke depan pembangunan rel kereta api akan diupayakan lebih banyak melibatkan swasta, terutama untuk rel yang ada di wilayah perkotaan.
"Kami coba revisi lagi. Artinya, APBN masih tetap dibutuhkan, masih perlu mendominasi APBN sekitar 60:40, tapi kalau untuk di perkotaan kami mendorong KPBU, karena memang kereta api ini mahal pembangunannya kalau untuk antarkota kita akan menyelesaikan yang deadlock-deadlock itu, selebihnya kita mengundang investasi pendanaan-pendanaan alternatif," katanya.
Di sisi lain, lembaga riset global Jones Lang Lasalle (JLL) menyebutkan bahwa saat ini, 4 miliar orang di seluruh dunia tinggal di kota besar. Jumlah itu diprediksi bisa terus naik hngga 54% pada 2050, menjadi 68% populasi global tinggal di perkotaan.
Di kota-kota besar seperti London, pasok rumah terus berkurang, disebabkan olek kurangnya lahan yang tersedia untuk pembangunan. Namun, masih ada sejumlah besar ruang di atas jalur kereta api terbuka kota yang kurang dimanfaatkan dan dapat digunakan untuk membangun lebih dari 280.000 rumah.
Oleh karenanya, saat ini di London tengah berlangsung pengembangan Tower Bridge untuk membangun jalur kereta api aktif di sekitar rel stasiun di Clapham Junction, Victoria, dan Willesden Junction.
Selain itu, pengembang di Australia juga mulai berfokus mengembangkan properti di ruang atas jalur kereta Sydney dan Melbourne untuk membangun hunian high rise semacam apartemen, taman, bahkan stadion olahraga.
Sementara itu, di New York, proyek Hudson Yards seluas 26 hektare, lengkap dengan 17 juta kaki persegi bangunan, dibangun di atas lebih dari 30 jalur kereta api aktif.