Bisnis.com, JAKARTA — Penerapan teknik silvikultur intensif atau silin dalam jangka panjang dinilai dapat menjaga ketersediaan kayu bulat serta dapat menjaga kualitas tutupan lahan di hutan alam.
Agus Justianto, Kepala Badan Penelitian, Pengembangan,dan Inovasi (BLI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan penerapan teknik silin, produktivitas hutan alam yang tadinya sekitar 30 m3 per hektare/tahun akan meningkat menjadi 120 m3 per hektare/tahun.
“Silvikultur Intensif adalah teknik silvikultur yang memadukan 3 pilar, yaitu: pemuliaan pohon, manipulasi lingkungan dan pengendalian hama terpadu. Tujuan dari teknik Silin adalah untuk meningkatkan produktivitas hutan, melindungi lahan dan memperkaya ekosistem, sehingga diharapkan ke depan dalam jangka panjang dapat menjaga suplai kayu,” kata Agus kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.
Dia menambahkan selain menjaga pasok kayu, penerapan silvikutur intensif juga akan berdampak pada terjaganya hutan alam dan meningkatkan kualitas lingkungan karena pertumbuhan pohonnya baik dan tutupan lahan di kawasan hutan alam terjaga.
Agus mengatakan penerapan teknik silin pertama kali diujicobakan pada 6 korporasi kehutanan pemegang konsesi pengusahaan hutan alam pada 2005, yaitu PT Sari Bumi Kusuma, PT Suka Jaya Makmur, PT Erna Djuliawati, PT Sarmiento Parakantja Timber, PT ITCI Kayan Hutani dan PT Balikpapan Forest Industries.
“Namun demikian, penerapan silvikultur intensif ini terus berkembang dan bertambah, sampai saat ini tercatat 25 pemegang izin pemanfaatan hutan alam yang ditunjuk pemerintah sebagai pelaksana silvikultur intensif pada areal kerjanya masing-masing ditambah beberapa unit management lagi yang telah melaksanakan silvikultur intensif secara sukarela,” lanjutnya.
Baca Juga
Menurut data Ditjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) KLHK pada April 2019 pemegang izin pengusahaan hutan alam ada 255 unit dengan total luas areal kerja sekitar 18,80 juta hektare. Sebanyak 27 unit kerja sudah melaksanakan silvikultur intensif dengan luas lahan garapan 1.050 hektare.
Kendati demikian, Agus juga mengatakan hambatan terbesar yang dihadapi dalam penerapan silvikutur intensif saat ini adalah belum adanya insentif pembiayaan dari pemerintah untuk para pengusaha.
“[Sehingga], Perlu insentif dan dukungan pembiayaan jangka panjang bagi perusahaan untuk menerapkan silvikultur insentif,” tandasnya.