Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump lagi-lagi mengkritik Federal Reserve AS. Trump mengecam otoritas moneter AS ini karena suku bunga yang tinggi, dengan mengeluhkan nilai tukar euro dan mata uang lainnya.
“Suku bunga The Fed terlalu tinggi, menambah pengetatan kuantitatif yang konyol! Mereka tidak mengerti!” tulis Trump di Twitter pada Selasa (11/6/2019), seperti dikutip dari Bloomberg.
Keluhan terbaru Trump tentang bank sentral AS tersebut dilancarkan tepat sepekan sebelum para pembuat kebijakan menggelar pertemuan kebijakan moneternya di Washington.
Tak hanya soal suku bunga, presiden yang lebih dulu dikenal sebagai pengusaha real estat ini juga berkeluh kesah mengenai euro dan mata uang lainnya yang “didevaluasi” terhadap dolar AS.
Cuitan Trump tentang euro tampaknya didorong oleh kutipan dalam Bloomberg Opinion terkait “overtourism” di Eropa, yang memperbarui kekesalannya atas nilai dolar AS terhadap mata uang utama lainnya.
This is because the Euro and other currencies are devalued against the dollar, putting the U.S. at a big disadvantage. The Fed Interest rate way too high, added to ridiculous quantitative tightening! They don’t have a clue! https://t.co/0CpnUzJqB9
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) June 11, 2019
Larry Kudlow, Direktur Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih, berpendapat Trump tidak berusaha untuk menurunkan dolar AS.
"Saya kira dia tidak menginginkan dolar yang lebih rendah. Saya rasa Presiden Trump sangat nyaman dengan dolar yang stabil,” jelas Kudlow kepada CNBC.
“Ia [Trump] membuat poin berbeda, bahwa kita perlu memiliki jaminan stabilitas mata uang dunia. Kebijakan beggar-thy-neighbour yang menggunakan uang murah, dengan mendevaluasi mata uang, bukanlah kebijakan yang baik,” paparnya.
Mengutip laman investopedia, kebijakan beggar-thy-neighbor seringkali mengacu pada kebijakan perdagangan internasional yang menguntungkan bagi negara yang memberlakukannya, tetapi merugikan mitra-mitra dagangnya.
Bulan lalu, pemerintahan Trump mengisyaratkan maksud untuk mengubah pasar mata uang global senilai US$5,1 triliun per hari menjadi medan pertempuran perang dagang selanjutnya.
Departemen Perdagangan AS memiliki rencana yang akan memungkinkan AS untuk menerapkan tarif penyeimbang pada negara-negara yang terlihat aktif menurunkan nilai tukar mata uang mereka demi meningkatkan ekspor.
Dalam sebuah wawancara di Fukuoka, Jepang, di sela-sela pertemuan G20 oleh para menteri keuangan dan kepala bank sentral pada Sabtu (8/6), Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan proposal itu tidak menandakan preferensi untuk dolar yang lebih lemah.
Inflasi Rendah
Trump juga memanfaatkan Twitter untuk mengeluhkan soal inflasi AS yang dinilainya sangat rendah.
The United States has VERY LOW INFLATION, a beautiful thing!
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) June 11, 2019
Menurut data The Fed, inflasi AS mencapai 1,5 persen pada April dan telah berada di bawah target 2 persen sepanjang hampir tujuh tahun terakhir.
Pertemuan The Fed selanjutnya yang akan digelar pada 18-19 Juni diperkirakan akan memperdebatkan perlunya pemangkasan suku bunga untuk melindungi ekonomi AS dari kejatuhan yang sebagian disebabkan oleh eskalasi konflik Trump dengan beberapa mitra dagang terbesar AS.
Keluhan Trump tersebut menjadi kritik terbarunya terhadap The Fed. Berulang kali Trump menghancurkan tradisi Gedung Putih selama hampir sepuluh tahun terhadap kebijakan moneter demi menghormati independensi Fed.
Kepada CNBC pada Senin (10/6), Trump mengatakan bahwa The Fed tidak mengindahkannya. Ia membandingkan sikap The Fed ini dengan kontrol yang dilakukan oleh Presiden China Xi Jinping atas People's Bank of China.
Sementara itu, Jerome Powell, yang ditunjuk Trump sebagai Gubernur The Fed tahun lalu, telah berulang kali pula menolak menanggapi kritik Trump.
Powell menegaskan bahwa para pembuat kebijakan akan mengabaikan tekanan politik seiring dengan upaya mereka menetapkan kebijakan untuk mendukung pekerjaan dengan maksimum dan harga yang stabil.