Bisnis.com, JAKARTA — Regulasi masih menjadi penghambat utama dalam pengembangan ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara, kendati kawasan ini cukup prospektif.
Dalam sebuah laporan bertajuk Ekonomi Digital di Asia Tenggara, Bank Dunia menemukan ada minat yang tinggi dari pemerintah, bisnis, dan individu di kawasan ini untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital dan memaksimalkan manfaatnya.
“Hambatan pada regulasi dan kurangnya kepercayaan pada transaksi elektronik menahan pertumbuhan sistem digital bergerak lebih cepat,” kata Direktur Bank Dunia untuk Pengembangan Digital Boutheina Guermazi dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Selasa (11/6).
Dia menambahkan, Asia Tenggara memimpin dalam beberapa indikator dunia terkait dengan penggunaan internet. Pada saat bersamaan, ada ketertarikan pasar yang signifikan tentang kebangkitan platform dagang-el dan perusahaan berbasis aplikasi, termasuk perusahaan teknologi unicorn.
“Laporan ini dapat membantu negara Asean untuk melampaui tantangan tersebut dan menciptakan ekonomi digital yang inklusif, “ imbuhnya.
Bank Dunia mengidentifikasi sejumlah poin yang menjadi fokus utama untuk pengembangan digital di Asia Tenggara. Pertama, perluasan konektivitas sebagai tulang punggung ekonomi digital.
Meskipun setengah dari populasi wilayah regional telah memanfaatkan internet, aksesibilitas dapat terus diperluas dengan kebijakan dan tindakan yang signifikan seperti menurunkan harga, meningkatkan kecepatan, dan membawa internet broadband yang andal ke daerah-daerah yang kurang terlayani.
Kedua, kolaborasi aktif antara sektor publik dan swasta. Bank Dunia melihat pendekatan regulasi proaktif akan sangat penting untuk membuka kunci investasi yang dibutuhkan dalam infrastruktur digital dan mendorong persaingan yang lebih besar di seluruh sektor telekomunikasi.
“Dengan teknologi digital mentransformasikan hampir semua sektor ekonomi, keterampilan tenaga kerja di kawasan ini perlu disetarakan,” tulis Bank Dunia dalam laporan itu.
PEMBAYARAN DIGITAL
Aspek ketiga yang menjadi primadona dan fondasi penting bagi ekonomi digital adalah sistem pembayaran digital. Sayangnya, Bank Dunia menemukan bahwa penerapan pembayaran digital di Asia Tenggara masih cukup terbelakang dibandingkan dengan kawasan lain.
“Di sebagian besar negara di Asia Tenggara, sistem pembayaran masih sangat bergantung dengan sistem fisik atau uang tunai,” tulisnya.
Singapura merupakan negara dengan pangsa kepemilikan akun pembayaran digital tertinggi yakni mencapai hampir 50% dari total populasi, sedangkan pangsa kepemilikan akun pembayaran digital terendah adalah Myanmar yang hanya sekitar 2%.
Secara khusus, Bank Dunia menyarankan dilakukannya penyederhanaan prosedur kepabeanan. Ini ditujukan untuk mempercepat proses pengiriman barang, sehingga menjadi pendorong lahirnya penyedia jasa perdagangan daring atau dagang-el.
“Demikian pula dengan integrasi regional, termasuk harmonisasi peraturan dan memfasilitasi transaksi antara negara-negara Asean, dapat menciptakan pasar digital terintegrasi yang menguntungkan baik bisnis maupun konsumen,” tulis Bank Dunia.
Jika seluruh aspek tersebut sudah dimaksimalkan, maka langkah terakhir yang harus diambil baik oleh pemerintah maupun swasta adalah pengelolaan risiko dan kerentanan yang datang dengan transformasi digital.
Bank Dunia menyarankan agar negara-negara di Asean memiliki standar dan peraturan yang efektif di sektor ekonomi digital. Di antaranya standar untuk transaksi elektronik, aliran data lintas batas, keamanan siber, privasi data, dan perlindungan konsumen yang harus menjadi prioritas bersama.
Menurut laporan tersebut, langkah-langkah solid dalam bidang ini sangat penting untuk membangun kepercayaan dalam platform daring dan menciptakan ekonomi digital yang aman dan berkelanjutan.
Sependapat, Menteri Ekonomi Digital Thailand Pichet Durongkaveroj menyampaikan bahwa setiap sektor ekonomi di negara Asean memiliki potensi dan peluang untuk menggunakan teknologi digital dan model bisnis yang lebih cerdas.
Menurutnya, guna membantu sektor swasta dalam pengembangan ekonomi digital, pemerintah perlu melakukan transformasi yang diperlukan untuk membentuk sebauh pasar digital regional.
“Perubahan ini diperlukan untuk penggunaan teknologi dalam keperluan seperti analisis data dan sistem intelijen, mengembangkan platform digital dan menyelaraskan pendekatan dengan prosedur pengaturan khusus untuk keamanan siber, identitas digital, dan manajemen data,” katanya.