Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menemukan adanya kelebihan pendapatan senilai Rp6,03 miliar dan kekurangan pendapatan senilai Rp82,94 triliun Badan Usaha akibat kebijakan penetapan harga jual eceran solar dan premium dalam kurun 2015-2018.
Lembaga auditor negara menyebutkan LKPP audited tahun 2018, sejak 2015 hingga 2018 pemerintah menetapkan harga jual eceran (HJE) jenis BBM tertentu (solar) dan HJE jenis BBM khusus penugasan (premium) yang menimbulkan kelebihan/kekurangan pendapatan.
Atas dasar kekurangan pendapatan badan usaha, dalam hal ini PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corpotindo Tbk., pemerintah berkomitmen mengganti kekurangan pendapatan atas kegiatan penyaluran solar pada 2017 dan 2018. Untuk Pertamina, pemerintah mengganti senilai Rp50,101 triliun, dan AKR senilai Rp259,03 miliar. Atas hal tersebut telah dicatat sebagai utang pihak ketiga pada LKBUN dan LKPP tahun 2018 (audited).
Tahun lalu, pendapatan PT Pertamina (Persero) tergerus karena menjual solar mencapai Rp29,31 triliun, sementara untuk premium senilai Rp23,27 triliun. Atas kekurangan pendapatan tersebut, diterbitkan Surat Menteri KEuangan No.S-339/MK.02/2019 pada 30 April 2019 yang menyebutkan, pemerintah akan mengganti kekurangan penerimaan dari hasil penjualan solar tahun 2018 yang pelaksanaannya memperhatikan kondisi kemampuan uang negara.
Selain itu, kebijakan kelebihan/kekurangan penerimaan dari hasil penjualan premium akan ditetapkan setelah diterimanya hasil pemeriksaan BPK RI.
Pada 2017, Pendapatan Pertamina berkurang karena menjual solar senilai Rp20,788 triliun, sementara AKR senilai Rp259,037 miliar. Sementara itu, atas penjualan premium, Pertamina mengalami kekurangan pendapatan senilai Rp5,512 triliun.
Dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2018 BPK 2018 disebutkan sejak 2015 - 2018 terdapat selisih HJE yang menimbulkan kelebihan/kekurangan pendapatan bagi Badan Usaha dilakukan penetapan kebijakan penyelesaiannya setelah ada hasil pemeriksaan BPK yang kemudian ditindaklanjuti antara Menteri Keungan, Menteri ESDM, dan Menteri BUMN.
Pemeriksaan BPK dan penetapan kebijakan status penyelesaian penggantian pemerintah dilakukan setelah tahun anggaran berjalan berakhir, sehingga pengakuan dan pencatatan akutansi yang disajikan pada Laporan Keuangan Pemerintah tidak sesua dengan waktu transaksi HJE tersebut di Badan Usaha.