Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

7 Produk Jadi Contoh Kampanye Pangan Bijak Nusantara

Tujuh produk pangan yang diolah dengan mengedepankan prinsip produksi dan konsumsi keberlanjutan menjadi wajah kampanye 'Pangan Bijak Nusantara' yang diluncurkan pada Rabu (22/5/2019), bertepatan dengan Hari Keanekaragaman Hayati Internasional.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Tujuh produk pangan yang diolah dengan mengedepankan prinsip produksi dan konsumsi keberlanjutan menjadi wajah kampanye 'Pangan Bijak Nusantara' yang diluncurkan pada Rabu (22/5/2019), bertepatan dengan Hari Keanekaragaman Hayati Internasional.

Tujuh produk tersebut adalah beras Adan Krayan asal dataran tinggi Krayan, garam krosok asal Rembang, minyak kelapa murni asal Nias, gula semut aren asal Kolaka, madu hutan Danau Sentarum, kopi Toraja dan sagu Sungai Tohor.

Ketujuh produk ini dihasilkan oleh kelompok produsen masyarakat adat dan lokal yang tersebar di 14 kabupaten di 8 provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Sumatera Utara, Riau, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.

"Tujuh komoditas yang diangkat dalam kampanye Pangan Bijak Nusantara hanya beberapa contoh hasil dari sistem produksi pangan tradisional dan produk pangan lokal, lestari, adil dan sehat yang banyak ditemukan di berbagai wilayah pedesaan di Indonesia," ungkap
Kuasa Usaha Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia Charles-Michel Geurts dalam keterangan resmi, Rabu (22/5/2019).

"Sistem produksi ini merupakan solusi untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan yang ramah lingkungan dan sehat, mendorong kesejahateraan masyarakat, dan membantu pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan," sambungnya.

Kampanye Pangan Bijak Nusantara sendiri merupakan inisiasi dari lima lembaga yakni, Hivos, WWF-Indonesia, Non-Timber Forests Products-Exchange Programme Indonesia (NTFP-EP), Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil Micro (ASPPUK), dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Kelimanya tergabung dalam konsorsium dalam program EU SWITCH Asia yang diluncurkan Uni Eropa sejak 2007 untuk mempromosikan konsumsi dan produksi berkelanjutan di Asia Tenggara.

“Kebutuhan produksi pangan yang terus meningkat membuat sektor pertanian menjadi salah satu penyebab signifikan terjadinya degradasi lingkungan dan kepunahan keanekaragaman hayati di tingkat global, termasuk di Indonesia," ujar Direktur Kebijakan dan Advokasi WWF-Indonesia Namun, Aditya Bayunanda.

Ia menjelaskan bahwa masalah tersebut sejatinya dapat dicegah. Pasalnya, terdapat cara-cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi tekanan produksi dan konsumsi pangan terhadap lingkungan, yaitu dengan mempertahankan dan memperkuat karakter-karakter budidaya pangan tradisional dan lokal sebagai sebuah praktik konservasi dan gaya konsumsi dan produksi yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Tujuh produk pangan di atas sendiri merupakan contoh produk-produk yang dihasilkan dari sistem pertanian tradisional yang dikembangkan dan dikelola masyarakat adat dan lokal. Melalui praktik pertanian tersebut, masyarakat di masing-masing daerah telah membuktikan mampu menjalankan sistem produksi pangan yang efisien, berkelanjutan, adil untuk kaum petani dan berintegrasi baik dengan ekosistem sekitarnya, dan menjaga kenanekaragam hayati sumber pangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper