Bisnis.com, JAKARTA - Partner DDTC Fiskal Research Bawono Kristiaji menyebut pertumbuhan penerimaan pajak year-on-year (yoy) yang hingga April masih jauh dari target pertumbuhan sekitar 19 persen, memerlukan beberapa langkah penanganan.
Pertama, meninjau kembali keperluan untuk revisi target penerimaan pajak yang di 2019 yang dipatok Rp1.577 triliun. Hal ini diperlukan karena melihat realisasi 4 bulan pertama yang di angka 24 persen, mirip dengan pola realisasi selama 2015-2018 di mana target tidak tercapai.
"Apalagi dengan adanya upaya mendorong daya saing ekonomi yang artinya merelaksasi sistem pajak," jelasnya kepada Bisnis, Senin (20/5/2019).
Kedua, dengan kondisi itu mau tidak mau harus ada upaya untuk penegakan hukum melalui optimalisasi kepatuhan misalnya pemanfaatan data tax amnesty, AEoI, atau data-data lain yang diperoleh dari pihak ketiga.
Menurutnya, penegakan hukum pajak prinsipnya bersifat sama dan setara. Artinya, yang tidak patuh harus diberikan tindakan sesuai ketentuan perpajakan.
"Sedangkan yang selama ini patuh justru harusnya diberikan kemudahan dan pelayanan yang optimal. Inilah prinsip compliance risk management yang jadi standar di banyak negara," ujarnya.
Baca Juga
Dalam catatan Bisnis, tahun lalu otoritas pajak telah mengindentifikasi 274,4 juta data prioritas dari pihak ketiga. Data prioritas yang terindentifikasi merupakan data yang diyakini kebenaran identitasnya sesuai dengan master file WP atau data referensi yang dimiliki Ditjen Pajak.
Sehingga, atas subjek pajak tersebut dapat dilakukan tindakan pengawasan lebih lanjut baik dalam bentuk intensifikasi atau ekstensifikasi.