Bisnis.com, JAKARTA—Amandemen Annex di Konvensi Basel dinilai dapat memperkuat kebijakan nasional terkait sampah dan limbah yang selama ini diterapkan di Indonesia.
Direktur Pengelolaan Sampah Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati menyebutkan bahwa limbah plastik sebelumnya memang telah masuk dalam Annex IX Konvensi Basel. Namun, pengaturannya belum menjelaskan jenis limbah plastik mana saja yang bisa didaur ulang dan tidak bisa didaur ulang.
“Di samping itu juga belum ada pengaturan jika limbah plastik terkontaminasi limbah lainnya selain plastik. Hal ini yang menyebabkan banyak limbah plastik yang dibuang ke lingkungan tanpa kendali,” ujarnya, Rabu (15/5/2019).
Saat ini, katanya, limbah plastik sudah mulai ditertibkan dengan mendetailkan ke dalam tiga annex di Konvensi Basel.
Ketiga annex tersebut antara lain Annex II untuk limbah plastik tercampur kayu, kain dan lain-lain. Indonesia sudah mengatur tentang hal ini melalui UU No.18/2018 tentang Sampah yang melarang masuknya limbah plastik jenis ini.
Berikutnya, ada Annex VIII untuk limbah plastik yang terkontaminasi atau tercampur limbah B3 yang selama ini juga telah diatur tidak bisa masuk ke Indonesia dalam PP 101/2014 tentang Pengelolaan Limbah B3.
Terakhir, ada Annex IX terkait limbah plastik yang bisa didaur ulang dan dijadikan produk tertentu. Annex ini juga memuat aturan terkait proses ekspor impor limbah plastik yang masuk dalam kategorinya.
“Secara keseluruhan amandemen annex di Basel Convention terkait limbah plastik ini sebenarnya lebih memperkuat lagi kebijakan nasional kita yang sudah mulai diatur dalam Basel Convention sehingga dari negara eksportir maupun importir dapat mempunyai pemahaman mana yang dilarang mana yang diizinkan karena diatur secara internasional,” tambahnya.
Dia menambahkan bahwa amandemen ini akan berlaku pada 2021.