Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah China diperkirakan menyimpan amunisi dalam jumlah besar untuk menghadapi dampak dari perang tarif dengan Amerika Serikat yang masih berlanjut. Senjata tersebut berasal dari Kementerian Keuangan China alih-alih dari bank sentral.
Berdasarkan analisis Bloomberg terhadap pengeluaran China, terdapat sejumlah senjata fiskal yang bisa dimanfaatkan China untuk memperkuat ekonomi meski pertumbuhannya terdampak tarif AS. Kebijakan tersebut bisa dijalankan bahkan sebelum Bank Rakyat China (PBOC) menurunkan suku bunga.
Pemerintah pusat dan daerah China setidaknya memiliki 25,1 triliun yuan atau sekitar US$3,65 triliun dalam anggaran tahun ini yang tidak dibelanjakan. Jumlah tesebut nyaris dua kali lipat lebih besar dari anggaran tak terserap pada periode yang sama tahun lalu.
"Para pemimpin Tiongkok bisa menggunakan berbagai jenis instrumen kebijakan dengan lebih baik dibanding AS jika perang perdagangan berlanjut, dan dari situlah kepercayaan China berasal," kata Serena Zhou, ekonom di Mizuho Securities Asia Ltd di Hong Kong seperti dikutip Bloomberg, Kamis (16/5/2019).
"Mulai dari kebijakan moneter dan kebijakan fiskal sampai peran dominan perusahaan-perusahaan milik negara, kontrol China terhadap ekonomi jelas lebih kuat daripada AS," sambungnya.
Kemungkinan peningkatan serapan anggaran ketimbang pemotongan suku bunga terlihat dari sikap Gubernur PBOC Ying Gang yang tahun lalu mengatakan ia ingin menghindari "banjir" stimulus. Ia menampikkan ekspektasi pemangkasan tingkat suku bunga acuan sembari menekan gelmbung ekonomi dan menjaga pertumbuhan utang.
Otoritas China sendiri telah meningkatkan pengeluaran fiskal awal tahun dengan sebagian besar menyasar sektor infrastruktur seperti transportasi dan perlindungan lingkungan.
Meningkatkan pengeluaran tahun ini tentunya bukan satu-satunya cara untuk melawan dampak perang dagang bagi pertumbuhan ekonomi. China bisa saja menjual lebih banyak surat utang lewat pembiayaan pemerintah lokal maupun kebijakan perbankan, namun hal itu bertentangan target pembersihan utang.
Menurut ekonom CICC, China dapat meningkatkan kebijakan pro pertumbuhannya jika AS mengenakan tarif tambahan pada barang-barang impor senilai US$300 miliar. Adapun opsi kebijakan yang lebih disukai meliputi kebijakan fiskal ekspansif, seperti pemotongan pajak.
Sementara itu, PBOC juga tampaknya condong ke arah bias pelonggaran sejak bulan ini karena ketegangan perdagangan meningkat. Dibanding stimulus fiskal, bank sentral cenderung memiliki lebih sedikit ruang untuk bermanuver.
Analis perbankan dari Everbright Securities Co di Beijing, Wang Yifeng memperkirakan PBOC akan tetap berpegang pada "pendekatan yang ditargetkan" untuk saat ini. Namun, pemangkasan universal untuk rasio cadangan dan suku bunga tetap menjadi opsi utama jika ekonomi menghadapi tantangan yang lebih besar.