Bisnis.com, JAKARTA - Industri sepeda nasional mulai terdesak menghadapi serbuan produk dari China, menyusul penurunan bea masuk impor sejak tahun lalu. Produsen pun mempertimbangkan untuk banting setir menjadi importir.
"Produsen mempertimbangkan mendingan impor karena tidak perlu memikirkan biaya macam-macam," Ketua Asosiasi Industri Persepedaan Indonesia (AIPI) Rudiyono, Rabu (15/5/2019).
Rudiyono mengatakan, persaingan dagang dengan produk asing dirasakan semakin berat ketika penurunan bea masuk impor sepeda dari China dari 10% menjadi 5% mulai berlaku pada tahun lalu. Penurunan ini merupakan implementasi perjanjian dagang antara Asean dan China.
Dengan bea masuk 5%, produsen sepeda dalam negeri kesulitan bersaing dengan produk sepeda asal China karena harus memperhitungkan biaya tenaga kerja, risiko investasi, dan biaya lainnya. Bahkan, dengan tarif impor bahan baku 0%, industri dalam negeri masih belum mampu menandingi harga produk impor yang lebih murah.
“Kami [para produsen] berdiskusi, secara logika bagaimana selisih 5% bisa melawan impor,” ujarnya Rabu (15/5/2019).
Dari data yang dihimpun dari UN Comtrade, impor sepeda dengan HS number 871200 mengalami kenaikan signifikan. Pada 2016, impor tercatat senilai US$13,81 juta dan naik 128,31% atau lebih dari 2 kali lipat menjadi US$31,53 juta setahun setelahnya. Pada tahun lalu, impor melonjak semakin tinggi menjadi US$91,57 juta atau naik 189,47%.
Di Indonesia, terdapat sebanyak 12 produsen sepeda. Namun, Rudiyono menyebutkan ke depan jumlah ini akan berkurang karena salah satu perusahaan, yaitu Wijaya Indonesia Makmur Bicycle, bakal diambil alih oleh PT Insera Sena, produsen sepeda dengan merek dagang Polygon.
Wijaya Indonesia Makmur (WIB) Bicycle, produsen sepeda ikonik Wim Cylce, saat ini sedang menjalani proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Surabaya.