Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah meluncurkan Rencana Induk atau Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (Meksi) 2019-2024 yang isinya merekomendasikan empat langkah strategis dengan tujuan utama agar Indonesia mampu menjadi produsen utama dalam industri halal global di 2024.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam jumpa pers mengatakan bahwa Indonesia masih di posisi sepuluh besar sebagai konsumen global industri syariah. Hal itu cukup ironis karena Indonesia yang notabene merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia masih jadi negara konsumen. Namun, di sisi lain, Indonesia masih tertatih untuk menjadi negara produsen produk halal.
Dengan adanya MEKSI tersebut, diharapkan Indonesia bisa menjadi produsen utama bagi industri halal global. "Dengan adanya masterplan ini kami berharap Indonesia bisa masuk menjadi pemain utama, produsen industri halal global di 2024," ujar Bambang di Jakarta, Selasa (14/5/2019).
Untuk itu, Meksi merekomendasikan empat strategi agar hal tersebut dapat tercapai.
Pertama, penguatan rantai nilai produk halal dengan fokus pada sektor yang dinilai potensial dan berdaya saing tinggi. "Terutama pada sektor-sektor potensial seperti makanan minuman, pariwisata, fesyen, media dan rekreasi serta farmasi dan kosmetik," ujarnya.
Kedua, penguatan sektor keuangan syariah dengan rencana induk yang sudah dituangkan dalam Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia (MAKSI) sebelumnya dan disempurnakan ke dalam rencana induk ini. Pengembangan ekonomi syariah akan diprioritaskan kepada sektor ritel.
Ketiga, penguatan sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagai penggerak utama rantai nilai produk halal.
Keempat, penguatan di bidang ekonomi digital utamanya perdagangan (e-commerce, market place) dan keuangan (teknologi finansial) sehingga dapat mendorong dan mengakselerasi pencapaian strategi lainnya.
"Akan diperbanyak produk dan jasa halal yang masuk e-commerce (e-dagang). Kita akan kerja sama dengan beberapa e-commerce," ujarnya.
Melalui rencana induk ini, pemerintah juga mendorong kesadaran publik, peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, penguatan kapasitas riset dan pengembangan (R&D), penguatan fatwa, regulasi, dan tata kelola industri halal di Indonesia.
"Kita bisa mengubah posisi kita dari hanya menjadi konsumen menajdi produsen. Indonesia sangat dilirik," katanya.
Bambang melanjutkan, manfaat jika Indonesia bisa menjadi produsen di industri halal adalah memperbaiki defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Selama ini, impor produk halal juga menjadi penyebab defisit transaksi berjalan.
"Ini juga bisa memperbaiki defisit transaksi berjalan. Konsumsi tadi kebanyakan masih dikonsumsi dari luar negeri, maka dari itu kita butuh penguatan di segala sisi, baik dari supply chain dan sebagainya," katanya.