Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar yuan merosot ke level terlemahnya sejak Januari, di tengah eskalasi tensi perang perdagangan China dengan Amerika Serikat (AS) dan tanda-tanda kerapuhan baru dalam ekonomi negeri itu.
Berdasarkan data Bloomberg, yuan onshore melemah 0,44 persen ke level 6,8132 per dolar AS pada pukul 4.06 sore di Shanghai. Dengan demikian, yuan onshore memperpanjang pelemahannya pekan ini menjadi 1,2 persen.
Permintaan untuk pertaruhan yang bearish bagi mata uang tersebut pun meningkat, karena risk reversal yuan offshore selama tiga bulan melonjak untuk sesi kelima ke level tertinggi sejak November.
Yuan onshore melemah setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa para pemimpin China telah “melanggar kesepakatan” yang diupayakannya dalam negosiasi perdagangan selama ini.
Komentarnya itu dilancarkan hanya sehari menjelang putaran baru perundingan perdagangan dengan China pekan ini. Agenda itu sendiri sudah dibayangi rencana kenaikan tarif oleh pemerintah AS dan ancaman pembalasan oleh China.
Pemerintah AS telah menyatakan akan menaikkan tarif menjadi 25 persen dari 10 persen terhadap barang-barang asal China senilai US$200 miliar mulai Jumat (10/5) waktu setempat jika kesepakatan dalam perundingan yang berlangsung pekan ini tidak tercapai.
Menambah ketegangan pada sentimen, data yang dirilis pada Kamis (9/5/2019) menunjukkan perlambatan pertumbuhan kredit China lebih dari yang diharapkan pada bulan April. Data terbaru ini menggarisbawahi sifat rapuhnya pemulihan ekonomi.
“Kami memperkirakan peluang kenaikan tarif AS telah meningkat menjadi lebih dari 50-50 untuk saat ini,” ujar Ken Cheung, pakar strategi mata uang senior di Mizuho Bank Ltd., seperti dikutip Bloomberg.
Menurut Cheung, nilai tukar yuan akan lanjut melemah ke level 6,9 jika China melakukan pembalasan. Langkah pemerintah China untuk menstabilkan yuan dipastikan bakal sangat dicermati oleh pasar mulai saat ini.
DBS Bank Ltd. bahkan berpandangan lebih bearish dengan memperkirakan pelemahan yuan ke level 7,2 per dolar AS, jika pemerintah AS mengenakan tarif 25 persen pada ekspor China yang bernilai US$200 miliar.
“Mata uang itu bisa jatuh hingga menyentuh level 8,1 jika tarif diterapkan pada barang-barang impor lain China senilai US$325 miliar,” tulis pakar strategi DBS Bank Philip Wee dalam sebuah riset.
Sejalan dengan pelemahan nilai tukar yuan, bursa saham China juga merosot. Indeks Shanghai Composite melemah 1,5 persen ke level penutupan terendahnya sejak 22 Februari dan indeks SSE 50 merosot lebih dari 1,7 persen untuk hari kedua.