Bisnis.com, JAKARTA - Para pejabat di Bank Sentral Eropa (ECB) menyampaikan keyakinan mereka terhadap proyeksi ekonomi yang terlihat cerah. Mereka juga memberikan sinyal perubahan kebijakan moneter yang akan berbeda untuk masing-masing negara.
Gubernur Bundesbank Jens Weidmann, salah satu negara di Eropa yang berada di puncak perlambatan, mengatakan bahwa situasi pasar tenaga kerja dan peningkatan pendapatan Jerman yang sangat baik akan membantu meningkatkan konsumsi swasta.
Ekonomi Jerman juga didukung oleh kuatnya peningkatan penjualan ritel pada kuartal pertama tahun ini. Capaian ini dinilai memberikan indikasi penguatan.
"Dari perspektif saat ini, banyak yang menunjukkan bahwa ekonomi hanya mengalami pelemahan sementara dan akan memacu pertumbuhan setelahnya," ujar Weidmann seperti dikutip melalui Bloomberg, Jumat (3/5/2019).
Sementara itu, Gubernur Bank Sentral Finlandia Olli Rehn menyampaikan realisasi pertumbuhan yang lebih tinggi dari perkiraan dari data yang akan dirilis pekan ini sebagai bukti pemulihan. Namun dia mengingatkan pasar agar tidak overreaktif terhadap data tersebut.
"Beberapa indikator terkini mengisyaratkan stabilisasi. Ini berita bagus. Tetapi dalam pandangan saya kita tidak harus terburu-buru mengubah arah kebijakan. Dalam membuat kebijakan, seringkali lebih baik aman daripada menyesal," kata Rehn.
Baca Juga
Pernyataan para pejabat bank sentral tersebut mengacu data ekonomi campuran yang dirilis beberapa pekan lalu, dengan indikator kepercayaan diri di Jerman dan sejumlah negara di kawasan Eropa melambat.
Kemerosotan manufaktur di kawasan tersebut menunjukkan tanda-tanda perbaikan sementara pada bulan ini karena kontraksi di Italia yang melambat. Pejabat ECB telah berulang kali menilai perlambatan di kawasan ekonomi itu hanya bersifat sementara.
Pada Maret lalu, ECB mendorong kembali harapan kenaikan suku bunga dan mengumumkan putaran baru untuk mendorong pinjaman jangka panjang kepada bank.
"Tugas kebijakan moneter adalah menjaga stabilitas harga di kawasan euro," kata Weidmann.
Menurutnya, kebijakan moneter akan bereaksi terhadap tekanan harga domestik yang lemah, namun juga harus terus melanjutkan upaya normalisasi dan tidak menunda perubahan jika prospek inflasi memungkinkan.
"Sikap kebijakan moneter yang sangat ekspansif tidak dapat menjadi keadaan permanen, paling tidak karena disertai dengan risiko dan efek samping," ujarnya.