Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) belum berencana menerbitkan izin baru untuk konsesi hutan tanaman industri (HTI) meskipun investasi di sektor kehutanan diyakini menggeliat tahun ini.
Hilman Nugraha, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) KLHK, menilai sementara ini peruntukan izin HTI seluas 11,43 juta hektare sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan industri dan menjaga stabilitas ekosistem hutan.
“Sebetulnya kalau HTI sudah cukup, 11 jutaan [hektare] itu sudah cukup,” jelasnya di Jakarta, Jumat (12/04).
Ke depan, dia menyatakan apabila ada lahan hutan yang kosong atau masa berlaku izinnya sudah habis maka pihaknya akan menerbitkan izin konsesi baru bagi perusahaan yang berminat untuk mengelola kawasan tersebut.
Dia menambahkan pemberian izin kegiatanan pemanfaatan hutan untuk hutan produksi akan selalu ada agar tidak terjadi perambahan hutan.
“Dengan demikian, izin itu selalu ada. Kalau kawasan hutan produksi itu dibiarkan tidak ada pengelolanya, maka [akan] dirambah orang. Oleh karena itu, ada izin Perhutanan Sosial, Hak Pengusahaan Hutan [HPH] dan sebagainya,” tandasnya.
Menurut data KLHK, luasan izin konsesi hutan tamanan industri (HTI) adalah 11,44 juta hektare yang diberikan kepada 295 unit usaha dengan nilai investasi sebesar Rp74,69 triliun.
Sebelumnya, pelaku industri kehutanan optimistis bisnis hutan tanaman industri sepanjang tahun ini akan menggeliat seiring dengan penguatan harga kayu di pasar global.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto mengatakan bahwa tren harga kayu dari hutan tanaman industri (HTI) terus naik sehingga menjadi insentif bagi pelaku usaha untuk melakukan ekspansi.
“Harga kayu dari HTI yang trennya terus naik menjadi dorongan investor [untuk investasi industri kehutanan,” katanya kepada Bisnis, Rabu (10/4).
Dia menjelaskan, tren harga kayu hutan tanaman industri saat ini terus menguat. Beberapa jenis kayu tersebut antara lain akasia, eukaliptus, dan jabon. Rerata harga kayu-kayu tersebut Rp600.000—Rp700.000 meter kubik (m3). “Tahun lalu sekitar Rp500.000—Rp600.000 [m3],” lanjutnya