Bisnis.com, JAKARTA – Produsen minuman beralkohol asal Eropa mengatakan menghadapi kesulitan mengekspor produk ke Indonesia di tengah ketegangan menyusul protes Indonesia dengan keputusan Uni Eropa yang menghapus penggunaan minyak sawit sebagai bahan bakar.
Dilansir dari Bloomberg, SpiritsEurope, yang mewakili produsen minuman beralkohol utama Eropa dan asosiasi nasional, mengatakan pada hari Kamis (4/4/2019) mereka mendapat laporan bahwa anggota asosiasi mengalami keterlambatan dalam mendapatkan persetujuan untuk mengimpor produk dari UE ke Indonesia.
Berdasarkan sumber dari anggota asosiasi, produsen minuman beralkohol mengetahui bahwa produk-produk non-UE, seperti tequila, mendapatkan persetujuan, tetapi produk-produk yang berasal dari UE tidak.
Diageo, perusahaan minuman beralkohol terbesar di dunia, menolak berkomentar mengenai masalah ini.
Seperti yang diketahui, bulan lalu Komisi Uni Eropa (UE) memutuskan untuk menghapus penggunaan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) sebagai bahan bakar.
Dalam pernyataannya, Komisi Eropa menganggap CPO tidak layak dijadikan bahan bakar lantaran produksinya merusak lingkungan.
Baca Juga
Menurut Komisi Eropa, 45% dari ekspansi produksi minyak sawit sejak 2008 menyebabkan kerusakan hutan, lahan basah atau lahan gambut, dan pelepasan gas rumah kaca yang dihasilkan.
Jumlah itu lebih besar dibanding dampak serupa yang timbul akibat ekspansi produk kedelai, bunga matahari, dan rapeseed.
Sementara itu, pejabat Kementerian Perdagangan membenarkan ada beberapa penundaan pemberian izin impor minuman beralkohol dari Eropa.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Karyanto Suprih membantah bahwa penundaan tersebut sebagai balasan atas rencana UE yang menghapus penggunaan CPO sebagai bahan bakar.
"Ini hanya tentang preferensi pasar. Sepertinya pasar menginginkan minuman beralkohol dari Amerika," kata Karyanto, Jumat (5/4), seperti dikutip Bloomberg.