Bisnis.com, JAKARTA -- Kenaikan gaji 5 persen bagi Aparatur Sipil Negara yang dirapel sejak Januari 2019 dan sudah bisa dinikmati mulai bulan depan, dinilai tidak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Meskipun rapel kenaikan gaji bagi sejumlah ASN tersebut memang diyakini akan mendorong konsumsi rumah tangga, tapi kenaikannya tidak akan signifikan berimbas pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
"Dampak kenaikan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) ke ekonomi saya kira enggak signifikan," ujar Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara, kepada Bisnis, Minggu (31/3/2019).
Pasalnya, porsi belanja pemerintah hanya 9 persen-10 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Lebih jauh, dia menilai kenaikan gaji bagi ASN tersebut merupakan kebijakan yang berbau populis untuk mengejar suara pada Pemilihan Presiden (Pilpres) yang digelar April 2019.
Bhima menuturkan pada awal menjabat, Presiden Joko Widodo menjanjikan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) akan diarahkan untuk belanja infrastruktur yang produktif. Namun, faktanya, pada periode anggaran 2017-2018 dan terutama menjelang Pemilu 2019, belanja pegawai justru naik 22 persen dan belanja barang tumbuh 18,4 persen, sedangkan belanja modal yang berkaitan dengan infrastruktur turun 9,25 persen.
"Ini kan populis banget, karena lebih untuk mengejar suara Pemilu. Artinya, komitmen awal pemerintah melakukan reformasi struktural dalam APBN dipertanyakan," ucapnya.
Menurut Bhima, efek belanja pegawai yang membesar akan mempersempit ruang fiskal sehingga hal tersebut dinilai kurang sehat bagi pengelolaan fiskal di Tanah Air. Apalagi, kinerja ASN juga belum begitu memuaskan, yang terlihat dari peringkat Ease of Doing Business (EODB) 2018 yang justru menurun dari 72 ke ranking 73.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution juga mengakui bahwa dampak dari kenaikan gaji ASN kepada pertumbuhan ekonomi memang tidak akan terlalu signifikan. Alasannya, porsi kenaikan gaji masih terbilang minim dan hanya ASN golongan tertentu yang menerima kenaikan gaji tersebut.
Di sisi lain, dia melihat ada peluang terkereknya pertumbuhan ekonomi Indonesia dari beberapa momentum pada kuartal II/2019. Momentum tersebut yakni Pemilu, serta Ramadan dan Idulfitri.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menerangkan kenaikan gaji diberikan karena sudah 4 tahun terakhir ASN tak mendapat kenaikan gaji. Padahal, pada 2007-2015, gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) selalu dinaikkan.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga membantah kenaikan gaji PNS pada tahun ini sengaja dilakukan demi mengamankan suara Presiden Joko Widodo dalam Pilpres 2019.
Kenaikan gaji ASN dilakukan seiring keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedelapan Belas Atas Peraturan Pemerintah No.7/1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil, pada 13 Maret lalu. Kenaikan gaji tersebut berlaku mulai 1 Januari 2019, tapi pemerintah baru mencairkannya sekaligus mulai 1 April 2019.
Seperti yang tercantum di lampiran PP itu, disebutkan bahwa gaji terendah PNS, yakni golongan I A dengan masa kerja 0 tahun, akan naik dari Rp1.486.500 per bulan menjadi Rp1.560.800 per bulan. Adapun gaji tertinggi PNS, yaitu golongan IV dengan masa kerja lebih 30 tahun, akan naik dari Rp5.620.300 per bulan menjadi Rp5.901.200 per bulan.
Untuk PNS golongan II dan II A dengan masa kerja 0 tahun, gajinya naik dari Rp1.926.000 per bulan menjadi Rp2.022.200 per bulan. Selanjutnya, golongan II D dengan masa kerja 33 tahun, naik dari sebelumnya Rp3.638.200 per bulan menjadi Rp3.820.000 per bulan.
Kemudian, PNS golongan III dan III A masa kerja 0 tahun, gajinya naik dari Rp2.456.700 per bulan menjadi Rp2.579.400 per bulan, sedangkan golongan III D masa kerja 32 tahun dari sebelumnya Rp4.568.000 per bulan menjadi Rp4.797.000 per bulan.
Lalu, gaji PNS golongan IV terendah, yaitu golongan IV A dengan masa kerja 0 tahun, dari sebelumnya Rp2.899.500 per bulan menjadi Rp3.044.300 per bulan, sedangkan yang tertinggi yaitu IV E dengan masa kerja 32 tahun, dari sebelumnya Rp5.620.300 per bulan menjadi Rp5.901.200 per bulan.