Bisnis.com, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) buka suara soal tarif atau biaya jasa ojek online (ojol) yang baru diresmikan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Keputusan Menteri Perhubungan No.348/2019. YLKI menyebut kenaikan biaya jasa terlalu besar.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyebut, besaran kenaikan tarif seharusnya sudah termasuk potongan 20% kepada aplikator. Besaran biaya jasa di zona II Jabodetabek saat ini antara Rp2.000 dan Rp2.500 per kilometer (km), sedangkan secara nasional besaran tarif antara Rp1.850--2.600 per km dengan belum menyertakan potongan biaya aplikasi maksimal 20%.
"Jika kenaikan tarif itu belum termasuk untuk aplikator, maka kenaikan itu menjadi terlalu besar. Potongan 20% yang dilakukan aplikator kepada pengemudi seharusnya bisa diturunkan, karena dengan kenaikan tarif berarti pendapatan aplikator juga naik," katanya dalam keterangan resmi yang Bisnis peroleh, Selasa (26/3/2019).
Setelah kenaikan ini, YLKI meminta agar Kementerian Perhubungan bersinergi dengan Kementerian Kominfo untuk melakukan pengawasan, agar tidak ada pelanggaran regulasi di lapangan, baik oleh pengemudi dan atau aplikator.
Kehadiran ojol lanjutnya sudah semakin masif dan tak bisa dihindari. Saat ini keberadaan ojol sudah mencakup lebih dari 50% atau sebanyak 527 lokasi dari wilayah kabupaten kota di seluruh Indonesia, termasuk di Papua.
Oleh karena itu, YLKI menilai sangat diperlukan kehadiran dan intervensi negara, baik pada konteks regulasi tarif dan atau aspek operasional lainnya. Tanpa campur tangan pemerintah, dikhawatirkan akan terjadi eksploitasi hak-hak konsumen sebagai pengguna ojol, atau bahkan hak-hak pengemudi sebagai operator ojol.
"Pengaturan tarif ojol dengan model tarif batas atas dan batas bawah adalah langkah tepat. Batas atas untuk menjamin agar tidak terjadi eksploitasi tarif pada konsumen yang dilakukan oleh aplikator, dan tarif batas bawah untuk melindungi agar tidak ada banting tarif dan atau persaingan tidak sehat antar aplikator," tuturnya.
Dalam moda transportasi umum, tuturnya, model tarif semacam itu sebagai hal yang lazim. Walaupun demikian, dalam hal ini status hukum ojol belum atau bukan sebagai angkutan umum.
Tulus menilai dengan adanya regulasi ojol dan kenaikan tarif ojol, maka hal tersebut harus menjamin adanya peningkatan pelayanan, khususnya dari aspek keamanan dan keselamatan. Dia berharap regulasi yang baru ini, turut memasukkan asuransi bagi pengguna ojol, seperti asuransi dari PT Jasa Rahardja.
"Aspek ini menjadi sangat krusial, karena pada dasarnya sepeda motor adalah moda transportasi yang tingkat aspek keselamatan dan keamanannya paling rendah. Kenaikan tarif juga harus menjadi jaminan untuk turunnya perilaku yang ugal-ugalan pengemudi ojol, tidak melanggar rambu lalu lintas, tidak melawan arus, sehingga bisa menekan kecelakaan lalu lintas," terangnya.