Bisnis.com, JAKARTA—Penurunan ekspor industri pengolahan selama 2 bulan pertama tahun ini dinilai disebabkan oleh penurunan permintaan global.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor industri pengolahan sepanjang Januari—Februari 2019 tercatat senilai US$19,61 miliar atau turun 5,96% secara tahunan dari US$20,86 miliar. Ekspor ke dua tujuan utama, yaitu China dan Amerika Serikat mengalami konstraksi yang cukup dalam.
Mohammad Faisal, Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, mengatakan pada awal tahun ini, beberapa produk industri pengolahan mengalami penurunan ekspor, seperti produk elektronik dan kendaraan bermotor.
“Penyebab penurunan ekspor ini dipengaruhi oleh permintaan global yang juga berkurang, terutama dari China dan Amerika Serikat. Permintaan berkurang karena dipengaruhi perlambatan ekonomi global,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (20/3/2019).
Selain itu, ekspor manufaktur juga dipengaruhi oleh harga komoditas ekspor. Produk minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO), misalnya, nilai ekspornya menurun karena harganya juga melemah yang salah satunya dipengaruhi oleh kampanye negatif.
Sebelumnya,Kepala BPS Suhariyanto mengatakan penurunan ekspor manufaktur tidak mengarah ke pelemahan kinerja sektor industri pengolahan. Dia menjelaskan penurunan nilai ekspor industri pengolahan dipengaruhi oleh produk minyak kelapa sawit.
"Secara produksi bagus, volumenya meningkat, tetapi secara nilai turun karena harganya turun," ujarnya.
Selain itu, penurunan beberapa komoditas ekspor andalan, seperti alas kaki yang mayoritas dikirim ke Amerika Serikat, juga lebih dipengaruhi oleh faktor pola musiman. Nilai ekspor sepatu pada Januari--Februari tahun ini tercatat US$800,6 juta atau turun 4,89% dari US$ 841,7 juta secara tahunan.
Ekspor pakaian jadi bukan rajutan, barang rajutan ke Negara Paman Sam juga disebutkan Suhariyanto mengalami penurunan sepanjang Februari 2019. "Mendekati musim dingin, permintaan akan meningkat lagi. Jadi, penurunan ekspor dan impor bahan baku ini tidak ada hubungannya dengan deindustrialisasi," tegasnya.