Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENGURANGAN EMISI KARBON: Pakai PPnBM atau Cukai Emisi?

Rencana pemerintah yang akan memberikan insentif (kelonggaran) PPnBM untuk kendaraan listrik atau rendah emisi karbon mendapat tanggapan dari kalangan pengamat.
Ribuan kendaraan melewati ruas Tol Dalam Kota, di Jakarta, Jumat (8/6/2018)./ANTARA-Galih Pradipta
Ribuan kendaraan melewati ruas Tol Dalam Kota, di Jakarta, Jumat (8/6/2018)./ANTARA-Galih Pradipta

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pemerintah yang akan memberikan insentif (kelonggaran) PPnBM untuk kendaraan listrik atau rendah emisi karbon mendapat tanggapan dari kalangan pengamat.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengungkapkan pada prinsipnya ide memberikan insentif terhadap setiap upaya pengurangan emisi karbon telah menjadi tren global dan dipraktikkan banyak negara maju. 

"Hal ini juga sejalan dengan upaya menjaga lingkungan hidup, mengantisipasi dampak perubahan iklim, dan menciptakan lingkungan yang berdaya lanjut bagi ekosistem. Rencana Pemerintah untuk mengatur ini patut diapresiasi," kata Prastowo, Selasa (12/3/2019).

Namun dalam praktiknya, terdapat beberapa alternatif skema insentif yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, disesuaikan dengan konteks tiap negara, tantangan fiskal, dan ketersediaan regulasi. 

"Pada prinsipnya insentif yang ada harus dapat mendorong industri yang ramah lingkungan dan menjadi disinsentif bagi industri atau praktik yang menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan," jelasnya.

Prastowo menjelaskan, idealnya skema yang tepat untuk mengurangi emisi karbon yang ditimbulkan kendaraan bermotor adalah dengan mengenakan cukai atas kendaraan bermotor. Cukai adalah Pigouvian Tax (pajak untuk mengurangi eksternalitas negatif) yang merupakan instrumen yang tepat karena karakteristik objek cukai antara lain konsumsinya harus dibatasi/dikendalikan dan memiliki dampak negatif. 

Beberapa negara telah mengenakan cukai atas emisi karbon. Skemanya: semakin rendah emisi karbon maka cukai semakin rendah (cukai sejumlah tertentu, baik spesifik maupun ad valorem, atas karbon per gram/km), dan sebaliknya. 

"Pengenaan cukai atas emisi karbon ini sering disebut “double dividend” karena selain mendatangkan tambahan penerimaan negara, juga mendorong kelestarian lingkungan," ungkapnya.

Instrumen lain yang dapat digunakan adalah PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). PPnBM diatur dalam UU PPN dan bertujuan mengatur konsumsi atas barang yang bersifat mewah demi memenuhi rasa keadilan masyarakat (berbeda dengan cukai yang mengatur eksternalitas negatif). 

Pengelompokan barang-barang yang dikenai PPnBM terutama didasarkan pada tingkat kemampuan golongan masyarakat yang mempergunakan barang tersebut, di samping didasarkan pada nilai gunanya bagi masyarakat pada umumnya. Tarif tinggi dikenakan terhadap barang yang hanya dapat dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi. 

Berdasarkan hal tersebut, lanjut dia, PPnBM juga dapat dijadikan instrumen insentif fiskal meski dapat berpotensi tidak sesuai dengan karakteristik dan skema PPnBM. Hal ini misalnya terhadap kendaraan yang harganya mahal namun berteknologi tinggi dan rendah emisi. Satu-satunya klausul yang dapat digunakan adalah nilai guna bagi masyarakat.

"Artinya semakin tinggi nilai guna, maka PPnBM semakin rendah, dan sebaliknya. Kesulitan lain adalah di administrasi karena pengenaan PPnBM yang hanya dapat dilakukan sekali yaitu saat tingkat impor atau penjualan dari pabrik. Lalu kendala bahwa tingkat emisi yang berbeda menuntut tarif yang berbeda-beda akan menimbulkan kerumitan tersendiri," terangnya.

Dari situ, PPnBM punya keterbatasan karena basis pengenaannya adalah harga barang (kendaraan), bukan tingkat emisi (yang dapat berbeda-beda tingkat kandungannya).

Sebaliknya, cukai dapat dikenakan secara periodik, atau sekurang-kurangnya saat kewajiban menguji emisi dilakukan sehingga lebih menjamin pencapaian tujuan mengendalikan lingkungan. 

Berdasarkan hal tersebut, menurut hemat kami cukai atas kendaraan bermotor yang menghasilkan emisi karbon lebih sesuai dengan teori, mudah diadministrasikan, dan tepat sasaran, dibanding pemberian insentif berupa pengenaan PPnBM lebih rendah terhadap kendaraan dengan emisi karbon rendah/ramah lingkungan. 

"Keduanya menurut UU membutuhkan effort, yaitu untuk cukai ekstensifikasi dilakukan dengan menyampaikan ke DPR untuk meminta persetujuan penambahan objek cukai, dan untuk PPnBM memang lebih mudah dengan merevisi pengelompokan barang dan dilakukan dengan konsultasi ke DPR,"tukasnya.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sutarno
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper