Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Upaya Jepang Kembalikan Kepercayaan Dunia Pasca Kecelakaan Nuklir Fukushima

Hari itu, 11 Maret 2011, adalah momen yang tidak akan terlupakan oleh warga Jepang. Pada pukul 14.46, gempa bumi berkekuatan 9 Skala Richter (SR) meluluhlantakkan sebagian kawasan Tohoku di utara Jepang.
Reaktor nuklir Fukushima di Jepang/Istimewa
Reaktor nuklir Fukushima di Jepang/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA--Hari itu, 11 Maret 2011, adalah momen yang tidak akan terlupakan oleh warga Jepang. Pada pukul 14.46, gempa bumi berkekuatan 9 Skala Richter (SR) meluluhlantakkan sebagian kawasan Tohoku di utara Jepang.

Gempa itu tidak hanya merusak bangunan yang berdiri di sejumlah prefektur seperti Fukushima atau Iwate, tapi juga memicu gelombang laut setinggi 40 meter yang dikenal dalam bahasa Jepang sebagai tsunami.

Kecelakaan di reaktor nuklir Fukushima yang dipicu oleh gempa itu kemudian mengakibatkan situasi yang tidak menyenangkan: penyebaran radiasi. Dalam tingkatan yang tinggi, radiasi bisa menyebabkan penyakit parah seperti kanker.

Beberapa hari setelah gempa terjadi pada 11 Maret 2011, sejumlah media asing melaporkan bahwa radiasi itu menyebar di makanan. Dengan mengutip pejabat Jepang kala itu, media melaporkan bahwa bayam sampai susu di daerah dekat PLTN Fukushima “melewati batas (radiasi) yang ditetapkan pemerintah”.

Adanya makanan yang ditemukan terkontaminasi radiasi itu membuat sejumlah negara, salah satunya China, melarang impor pangan dari Jepang. Situasi ini tentu saja memukul bisnis pangan Jepang.

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dilaporkan sampai turun tangan dengan cara meminta Presiden China Xi Jinping mencabut larangan impor pangan dari Negeri Sakura itu. Sampai saat ini, sejumlah negara belum mencabut sepenuhnya larangan impor.

Shinichi Sato, Principal Deputy Director di Kementerian Luar Negeri Jepang, mengatakan bahwa 30 negara seperti Kanada, Myanmar, Guinea, Argentina dan sebagainya telah mencabut larangan impor dalam kurun Juni 2011—Desember 2018.

Sementara itu, 49 negara lainnya seperti di kawasan Uni Eropa, Amerika Serikat, China, Singapura, Uni Emirat Arab dan sebagainya telah melonggarkan larangan impor dalam kurun Januari 2016—November 2018.

“Jepang mematuhi standar internasional untuk [kandungan] radionuclide dalam makanan dan menetapkan batas standar dengan basis saintifik,” kata Sato dalam wawancara dengan sejumlah jurnalis Asia di kantornya di Tokyo, Jepang, pada akhir Februari 2019.

Menurutnya, porsi sampel yang melewati batas telah menurun hingga 0,07% dari total sampel, dalam sebuah pengujian makanan dan minuman yang dilakukan pada April 2017—Maret 2018. Sejak 2011, Sato mengatakan bahwa Pemerintah Jepang telah melakukan 1,88 juta uji pemantauan.

PENCABUTAN LARANGAN

Dengan dasar itu, Sato menyatakan Pemerintah Jepang meminta pencabutan larangan impor berdasarkan bukti saintifik. Keinginan pencabutan larangan impor itu sejalan dengan pernyataan yang pernah disampaikan Shinzo Abe.

Permintaan Pemerintah Jepang itu bukannya tanpa alasan dan upaya. Pemerintah Jepang tampak terus berupaya memastikan bahwa makanan atau minuman yang diproduksi di daerah Fukushima itu aman.

Salah satu caranya adalah menguji keamanan produk pertanian, kehutanan, dan perikanan dari Fukushima di Fukushima Agricultural Technology Centre.

Di tempat itu, sejumlah jurnalis Asia termasuk dari Bisnis.com diajak untuk menyaksikan secara langsung pengujian kualitas makanan yang diproduksi di Fukushima di laboratorium yang canggih dan steril.

Pemerintah Jepang menunjukkan keseriusan dalam menjaga kualitas makanan setelah peristiwa gempa bumi yang mengakibatkan kecelakaan nuklir pada 2011. Dalam kunjungan para jurnalis Asia ke Jepang, Pemerintah Jepang juga mengajak para jurnalis mengunjungi sejumlah tempat yang berkaitan dengan makanan.

Pertama, lokasi pemetikan stroberi di Fukushima tempat stroberi yang diproduksi itu berbuah dalam jumlah banyak, segar dan besar. Kedua, makan siang di sebuah rumah makan yang menyediakan makanan ikan di Restoran Shogatsu-Sou.

Ditemui di tempat lain di Tokyo, Fumio Yamazaki, Counselor, Press and Public Relations/International Affairs di Badan Rekonstruksi (Reconstruction Agency) Jepang, menyatakan bahwa terdapat perbedaan penanganan terhadap peristiwa kecelakaan nuklir di Fukushima dan Chernobyl.

Setelah meledaknya reaktor nuklir Chernobyl di Uni Soviet, menurut Yamazaki, sapi atau makanan lain tidak dilarang untuk beredar. Dengan demikian, manusia terkena dampak radiasi yang akhirnya mengakibatkan kanker, setelah mengonsumsi makanan itu.

Sementara itu, Pemerintah Jepang mengambil sikap yang berbeda dibandingkan dengan apa yang telah terjadi di Chernobyl. Pemerintah Jepang melarang peredaran sapi dan makanan segera setelah peristiwa gempa bumi yang mengakibatkan kecelakaan nuklir itu terjadi.

“Kami mendesak petani untuk membuang dan membakar apa yang telah mereka produksi. Kami juga membunuh sapi,” kata Yamazaki yang mengatakan pemerintah mengambil langkah tersebut supaya dampak kecelakaan nuklir tidak masuk ke tubuh manusia.

ANGGARAN BESAR

Setelah bencana alam terjadi dan waktu terus berjalan hingga tahun berganti, Pemerintah Jepang tidak melupakan daerah dan masyarakat yang terdampak bencana. Pemerintah Jepang menyiapkan strategi untuk mengatasi masalah yang muncul dari peristiwa itu.

Dalam 10 tahun, pemerintah menyiapkan anggaran US$283 miliar untuk menangani situasi pascabencana Tohoku. Anggaran itu dipakai untuk membangun infrastruktur, pemukiman, dan sebagainya.

Setelah bencana terjadi, Pemerintah Jepang tidak hanya melakukan “kebijakan tradisional” seperti membuka pusat evakuasi dan membangun kembali infrastruktur. Kali ini, menurut Yamazaki, pemerintah melakukan hal yang berbeda.

Pemerintah Jepang diharapkan dapat mengembalikan kehidupan sehari-hari masyarakat yang telah berubah drastis setelah bencana berupa gempa dan tsunami terjadi pada 8 tahun lalu.

Dengan kata lain, pemerintah tidak hanya membangun kembali infrastruktur yang rusak atau mendirikan pusat evakuasi, tapi juga merestorasi industri dan tempat kerja serta merestorasi komunitas. Dalam merestorasi industri, pemerintah melibatkan perusahaan-perusahaan.

Berbagai penjelasan yang disampaikan oleh pejabat pemerintahan Jepang itu menunjukkan bahwa pemerintah negara itu terus berusaha mengembalikan kepercayaan publik terhadap produk asal Fukushima dan situasi di wilayah terdampak bencana.

Pemerintah Jepang terkesan membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh masyarakat secara berkelanjutan setelah bencana alam terjadi. Seperti tidak menutup mata, Pemerintah Jepang terus memantau perkembangan di wilayah terdampak bencana walaupun tahun terus berganti.

Tidak ada salahnya Pemerintah Indonesia belajar dari Pemerintah Jepang dalam menghadapi berbagai situasi sulit yang dihadapi pascabencana mengingat Indonesia juga sering dilanda bencana karena lokasinya di jalur “Cincin Api”. Jepang adalah inspirasi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yodie Hardiyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper