Bisnis.com, JAKARTA—Properti sering dijadikan alat investasi karena harganya yang selalu meningkat. Namun, sering harga properti mengalami kenaikan signifikan, padahal permintaannya tidak begitu bertumbuh.
Kepala Bidang Riset dan Konsultan Savills Anton Sitorus mengatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi kenaikan harga rumah adalah tingkat permintaan.
“Kalau permintaannya tinggi, tentu kenaikan harganya juga tinggi, kalau permintaannya rendah atau bahkan tidak ada, ya tidak bisa ada potensi kenaikan harga,” ungkapnya kepada Bisnis, Senin (25/2/2019).
Adapun, Anton melanjutkan, kenaikan harga yang tidak sesuai dengan kenaikan daya beli menjadi faktor lain yang mempengaruhi jumlah permintaan.
“Kenaikan harga di pasaran kan menunjukkan keseluruhan harga yang ada di pasar, berbeda dengan kalau harga properti yang naiknya cepat dan tidak sesuai dengan kenaikan tingkat daya beli. Kalau kenaikan harga properti secara pasar ya murni karena jumlah permintaan,” paparnya.
Anton menyebutkan, di Indonesia sendiri banyak terjadi kenaikan harga yang ternyata tidak sesuai dengan mekanisme pasar. Banyak pengembang, terutama dalam kepemilikan hunian untuk ekspatriat, yang menaikkan harga properti murni oleh karena keputusan pengembang atau pemilik hunian itu sendiri.
Baca Juga
“Di pasar hunian ekspatriat untuk asing misalnya, kenaikan harga tidak perlu dipengaruhi oleh faktor apa pun, selama dia ada yang beli atau sewa. Ada pengembang yang menaikkan harga tanpa melihat kondisi penjualannya dia, dari permintaan pasarnya.
Menurut dia, hal seperti itu sulit diketahui dasar kenaikannya. “Itu keputusan internal, mungkin terkait sama strateginya, atau kepercayaan dirinya untuk menaikkan harga, atau karena faktor lain yang kita tidak tahu,” jelasnya.
Menurut Anton, faktor perekonomian global juga bisa mempengaruhi kenaikkan harga rumah secara tidak langsung.
”Faktor kenaikan harga yang paling utama itu kan supply-demand tadi, nah faktor ekonomi itu jadi yang mendasari semuanya, namanya juga kalau bisnis pasti akan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi. Jadi, kondisi ekonomi itu lebih ke mempengaruhi bisnis, yang kemudian akan mempengaruhi demand, kembali ke daya beli, baru ada dari sana ada pengaruh ke kenaikan harga,” lanjut Anton.
Seperti di Indonesia, dalam dua tahun belakangan harga rumah tidak bisa naik signifikan karena dari sisi investor itu banyak yang menahan permintaannya, terutama menjelang pemilihan umum. Kondisi seperti itu akan menurunkan tingkat permintaan sehingga harga tidak bisa naik terlalu cepat atau terlalu tinggi.
“Di satu sisi penjualan melemah juga karena harganya sudah tinggi, artinya memang kenaikan harga yang terjadi memang tidak sesuai dengan yang seharusnya, orang merasa kok kenaikannya cepet, terlalu tinggi, sehingga minat berkurang dan malah ngga mau beli,” terangnya.